Oleh : Moh. Humaidi, M.Pd*
Telah lama rasanya berlama-lama di rumah, hampir tiga bulan berlalu sejak dianjurkannya semua lini agar tetap di rumah, karena bahayanya virus yang mematikan.
Bukan rahasia umum lagi, virus covid 19 ini Sejak kedatangannya yang tidak diinginkan dan nyaris tidak bersahabat dengan siapapun, ras, golongan, tua, muda, miskin, konglomrat, rakyat, dan pejabat.
Saat di goreskannya tulisan ini, sudah kurang lebih 22.271 pasien positif virus corona, tercatat 5.402 pasien positif sembuh dan 1.372 kasus kamatian yang tersebar di 34 provinsi, sebagaimana terkabarkan di
Covid 19.go.id.
Angka positif kasus tersebut menambah rasa takut yang dimiliki rakyat yang notabeni tidak bisa bergerak karana rasa takut yang mencekam di susul pemberlakuan PSBB diberbagai daerah.
Tentu ini menambah stresnya sebuah keluarga, yang menginginkan ketentraman (baca _sakinah_) terlebih seorang ibu, disamping harus mendidik putra-putrinya yang sdh hampir tiga bulan di rumah karena diberlakukannya work from home (WFH), dia juga dituntut sebagai istri yang ta'at dan melayani suami dengan semaksimalkan mungkin.
Istri bukan malaikat yang kapan dan di mana saja dia harus siap melayani suami, seorang istri adalah manusia biasa, ia juga butuh istirahat, rasa jenuh dan futur sering menghinggapinya, tentu ini bukan berarti menentang anjuran sebagai mana Nabi bersabda :
“Apabila seorang suami mengajak istrinya untuk berkumpul hendaknya wanita itu mendatanginya sekalipun dia berada di dapur.”(HR. Tirmidzi: 4/387; dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib: 2/199)
Karena Allah SWT. Berfirman :
“Dan bergaullah kalian (para suami) dengan mereka (para istri) secara patut. Kemudian bila kalian tidak menyukai mereka maka bersabarlah karena mungkin kalian tidak menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (An Nisa : 19)
Tentu ayat ini menganjurkan dan menitik beratkan kepada seorang suami agar tahu kapan, dimana dan dalam keadaan seperti apa seorang istri bisa diajak kerja sama?
Kepekaan
Peka dalam kamus besar Indonesia artinya mudah merasa / mudah terangsang.
Ketika seseorang memiliki kepekaan dia akan mudah mengerti, mudah membantu dan mudah empati.
Keluarga yang menginginkan bahtera rumah tangganya sakinah, mawaddah, dan warahmah (samawa) tanamkan rasa peka ini di tengah kesibukannya, seorang akhwat sebagai istri dan ibu bagi anak- anaknya, dan seorang Ihkwan sebagai ayah dan suami bagi istri-istrinya.
Agar rasa peka ini terus tumbuh dan bersemi, maka perlu dilakukan Sebagai berikut:
Pertama. Saling menasehati, nasehat adalah rasa ingin yang mendorong seseorang agar orang lain menjadi pribadi yang kebih baik. Dan ini juga pertanda hadirnya keuntungan dalam sebuah keluarga, karena jika tidak ada nasehat didalamnya maka yang terjadi kerugian dan kesengsaraan.
Allah Swt. Berfirman :
Demi waktu, sesungguhnya manusia dalam keadaan rugi, kecuali orang yang beriman, dan orang yang berbuat baik, dan orang yang saling nasehat- menasehati dalam kebenaran dan kesabaran (QS. : Al 'Ashr)
Jika dalam keluarga sikap saling menasehati/mengingatkan terus menerus digalakkan sudah barang tentu keharmunisan dan ketenangan keluarga diraihnya dengan seksama.
Kedua. Tanamkan rasa ingin memberi, jangan selalu menuntut orang lain agar lebih baik, sementara dirinya stagnan ditempat tanpa mau memberi dan berbagi, jadilah pribadi yang selalu ingin memberi, karena orang yang senang memberi lebih utama daripada orang yang menerima, sebagaiamana tersirat dalam hadits, Nabi Bersabda :
Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah. Dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu. Dan sebaik-sebaik sedekah adalah yang dikeluarkan dari orang yang tidak membutuhkannya. Barangsiapa menjaga kehormatan dirinya maka Allâh akan menjaganya dan barangsiapa yang merasa cukup maka Allâh akan memberikan kecukupan kepadanya.” (Muttafaq ‘alaih). Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhâri (no. 1427) dan Muslim no.1053 (124)
Ketika dalam jiwa seseorang tertanam rasa ingin memberi tentu dia akan selalu produtif menghasilkan kebaikan, keutamaan memberi ini sangat erat kaitannya keluarga, seorang suami sudah sepantasnya mengutamakan keluarganya daripada orang lain karena mereka yang akan menjadi objek pertanggung jawaban dirinya kelak dihadapan tuhannya.
Ketiga. Lakukan intropeksi diri, Tanamkan dalam diri bahwa apa yang telah kita berikan kepada orang lain/keluarga tidak ada bandingannya dengan kebaikan Rasulallah SAW. Terhadap keluarganya/Istri-istri nya.
Sebagaimana beliau bersabda :
“Yang terbaik di antara kalian adalah yang terbaik terhadap keluarga/istrinya. Dan saya adalah orang yang paling baik terhadap istri/keluargaku.” (HR Tirmidzi).
Keempat. Selalu menghargai, Sikap menghargai karya orang lain adalah berat, pasti rasa ingin mengargai karya sendiri lebih di dahulukan, sebenarnya tanpa sengaja kita sudah mengidap penyakit sombong yang sulit menerima kenyataan,
Nabi bersabda :
Allah itu indah menyukai sikap berhias. Sombong itu menolak kebenaran dengan takabbur dan merendahkan orang lain. (HR. Muslim 275)
Orang sombong dijauhi rahmat dan kasih sayang Allah Swt.
Sebagaimana Allah Swt. Berfirman :
Allah Swt. Berfirman :
_Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri_.? (QS. Luqman:18)
jika dalam keluarga rasa mengutamakan diri sendiri ini yang ditonjolkan maka sudah barang tentu dia akan sulit berterimkasih kepada keluarganya, Akhwat sebagai istri bagi suaminya, begitupula sebaiknya, Ikhwan sebagai suami bagi istri-istrinya.
Tapi sebiliknya, jika rasa menghargai orang lain ini ditanamkan maka tentu ucapan syukur kepada ilahi robbi akan kebaikan suami atau istrinya selalu di sanjungkan dan dikenang, tidak ada rasa ingin menonjol yang ada kebersamaan dan kenyamanan.
Marilah kita jadikan keluarga ditengah-tengah wabah yang tak kunjung usai ini mumentum melahirkan sakinah/ ketenangan, sehingga selalu langgeng dan sejahtera.
Semoga ditengah suasana yang tidak menentu ini, Allah Swt. Menjadikan keluarga kita tempat yang solutif dan melahirkan generasi yang produktif.
* _Ketua Depertemen Pengkaderan Pemuda Hidayatullah Jatim, Pendidik YPI Al Fattah, Dan Da'i_
Komentar
Posting Komentar