Merupakan sebuah keniscayaan keberadaan seorang pemimpin baik dalam lingkup kecil taruhlah keluarga atau dalam sekala besar seperti negara, pemimpin ini sangat di butuhkan keberadaannya, karena dia sangat menentukan maju dan mundurnya apa yang dipimpinnya baik dalam memberikan kebijakan atau memutuskan masalah yang mendatangkan solutif atau kontradektif
Apa yang seharusnya disiapkan?“
Sebelum jadi pemimpin, kesuksesan adalah tentang mendewasakan dan mengembangkan diri. Ketika sudah jadi pemimpin, kesuksesan adalah tentang mendewasakan dan mengembangkan orang lain.“
Leadership quotes di sini dikemukakan oleh Jack Welch, mantan CEO General Electric.
Dalam hal ini Nabi bersabda :
Ibn umar r.a berkata : saya telah mendengar rasulullah saw bersabda :
setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas
kepemimpinannnya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang
dipimpinnya. Seorang suami akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang isteri yang memelihara rumah tangga suaminya akan ditanya perihal
tanggung jawab dan tugasnya. Bahkan seorang pembantu/pekerja rumah tangga yang bertugas memelihara
barang milik majikannya juga akan ditanya dari hal yang dipimpinnya. Dan kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya (diminta pertanggungan jawab)
darihal hal yang dipimpinnya.(mutafaqqon alaih)
Mengingat beratnya tanggung jawab seorang pemimpin, sungguh sangat dituntut bawahannya dalam agama, rakyat dalam tataran negara, bawahan dalam lingkup organisasi, karyawan dalam konteks perusahaan atau sekolah, dan istri - anak dalam jangkauan keluarga, mereka harus sam'an watha'atan ( mendengar dan ta'at terhadap atasannya).
Rakyat atau anak buah memiliki kewajiban untuk mencurahkan ketaatan kepada sang pemimpin atau disebut _sam'an wa'athatan_, baik dzahir maupun batin, dalam setiap yang diperintahkan atau yang dilarang oleh pemimpin, kecuali dalam hal maksiat.
Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mewajibkan untuk taat kepada pemimpin, dan tidak memberikan pengecualian kecuali jika dalam hal kemaksiatan. Maka perkara (aturan) lainnya yang bukan maksiat, harus tetap ditaati.
Allah Ta’ala befirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
“ _Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kalian kepada Allah, taatlah kalian kepada Rasul dan ulil amri di antara kalian_.” (QS. An-Nisa’ [4]: 59)
Syaikh ‘Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah ketika menjelaskan ayat ini berkata,
“ Akan tetapi ketaatan terhadap pemimpin itu dengan syarat selama pemimpin tersebut tidak memerintahkan untuk bermaksiat kepada Allah Ta’ala. Jika mereka memerintahkan hal itu (maksiat), maka tidak ada ketaatan terhadap makhluk dalam bermaksiat kepada Sang Pencipta.” (Taissir Karimir Rahmaan, hal. 183)
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَإِنِ اسْتُعْمِلَ حَبَشِيٌّ كَأَنَّ رَأْسَهُ زَبِيبَةٌ
“ Dengarlah dan taat, meskipun penguasa (pemimpin) kalian adalah seorang budak Habsyi (budak dari Ethiopia), yang kepalanya seperti kismis (anggur kering) (karena secara fisik, mereka berambut keriting seperti anggur kering yang mengkerut, pen)” (HR. Bukhari no. 693)
Juga diriwayatkan dari sahabat Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ عَلَى المَرْءِ المُسْلِمِ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ، مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ، فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طَاعَةَ
“ Mendengar dan taat (kepada pemimpin) adalah wajib bagi setiap muslim, baik (terhadap perkara) yang dia sukai maupun yang tidak dia sukai, selama dia tidak diperintahkan melakukan kemaksiatan. Adapun jika dia diperintahkan melakukan maksiat, maka tidak ada kewajiban untuk mendengar dan taat (dalam perkara maksiat tersebut saja.).” (HR. Bukhari no. 7144 dan Muslim no. 4740)
Yang dimaksud dengan “tidak ada kewajiban mendengar dan taat” dalam hadits
tersebut bukanlah tidak mendengar dan taat secara mutlak, sehingga berlepas
diri dari kepemimpinan secara total dari sang pemimpin. Akan tetapi, yang
dimaksud adalah tidak mendengar dan taat dalam perkara maksiat itu saja.
Sedangkan aturan lain yang bukan maksiat, tetap wajib ditaati.
Dalam hadits yang lain Nabi bersabda :
“ Sebaik-baik pemimpin kalian adalah kalian mencintai mereka dan mereka pun mencintai kalian, kalian mendoakan mereka dan mereka pun mendoakan kalian. Sedangkan sejelek-jelek pemimpin kalian adalah kalian membenci mereka dan mereka pun membenci kalian, kalian mengutuk mereka dan mereka pun mengutuk kalian.”
Mereka berkata, “ Kemudian kami bertanya, “ Wahai Rasulullah, tidakkah kami memerangi mereka ketika itu?”
Beliau menjawab, “ Tidak, selama mereka mendirikan shalat bersama kalian, tidak selama mereka masih mendirikan shalat bersama kalian. Dan barangsiapa dipimpin oleh seorang pemimpin, kemudian dia melihat pemimpinnya bermaksiat kepada Allah, hendaknya dia membenci dari perbuatan (maksiat) tersebut dan janganlah dia melepas dari ketaatan kepadanya.” (HR. Muslim no. 1855)
Bagaimana agar rakyat atau bawahan lebih mendengar dan mengikuti perintahnya, maka seyognya seorang pemimpin memiliki prinsip dasar dalam hal karakter atau Sikap :
Pertama : *Uswah atau Teladan*.
Seorang pemimpin tugasnya bukan hanya sebatas menyuruh untuk memerintahkan ini
dan itu kepada bawahannya, tapi jauh dari itu pemimpin harus mampu memberikan
contoh yang baik kepada bawahannya baik dalah hal bersikap ataupun berucap.
Karena seharusnya sikap dan ucapan seorang pimpinan menjadi pegangan dalam bertindak dan bersikap bawahan.
Maka dengan mudah ditebak, sudah menjadi keniscayaan baik pada umumnya, Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu memberikan teladan, mampu memberikan contoh kepada siapa pun terlebih kepada orang yang dipimpinnya.
Banyak suatu komunitas atau organisasi tidak berjalan sebagaimana mestinya, salah satunya disebabkan karena pimpinannya yang mengedepankan ego dan gengsinya, yakni ia hanya bisa menyuruh orang-orang di sekitarnya tanpa mau memberikan teladan. Sehingga, tidak heran komunitas atau organisasi yang dimaksud rentan konflik antar sesama (konflik internal). Jangan jadikan alasan bawahan harus sam'an watha'atan (ta'at dan patuh) terhadap intruksi atasan, semua itu ada ketentuan dasarnya tidak serta merta main tunjuk, ada pertimbangannya, sikonnya (situasi dan kondisi), jika pemimpin paham keadaan bawahannya tentu dia akan berfikir dengan seksama kapan dan di mana? Dalam hal apa? Tepat atau belum? berat atau ringan ? perintah yang akan diberikan.
Dan ini menjadi tolok ukur kepemimpinan yang impirior atau apriori (pemimpin yang diimpikan/idolakan bukan pemimpin yang mendatangkan kecurigaan rakyat)
Kedua : *Demokratis Dan Melayani*.
Seorang pemimpin, harus demokratis, ia mampu mendengar masukan dan kritikan
bawahannya baik dalam hal pekerjaan atau pribadi, karena sikap demikian
mampu menembus dinding pembatas antara diri dan bawahannya, mengundang
keharmonisan dan kemaslahatan. Pola kepemimpinan seperti ini sudah banyak di
contohkan oleh Rasulullah dan para Sahabat khulafaurrasyidin, bahkan hal ini
dilanjutkan oleh Umar bin Abdul Aziz.
Disamaping pemimpin dituntut demokratis dia juga mampu memberikan pelayanan yang maksimal tanpa pandang bulu.
Diantara bentuk pelayanannya adalah dengan meringankan, beban bawahannya juga menjadi beban dirinya. Sehingga semua urusan bisa ditanggung bersama, sukses bersama merajut ukhuwah, pribahasa mengatakan "ringan sama dijinjing berat sama dipikul". Pribasa ini bertujuan negara atau organisasi memperoleh tujuan bersama tanpa melihat dengan kacamata sebelah.
Jadikan jabatan sebagai lahan, menanam benih jebaikan dengan melayani, memberi dan memberi bukan sebagai tempat menyombongkan diri, akibatnya, birokrasi yang sejatinya bertujuan untuk mempermudah, berbalik menjadi bumerang urusan rakyat/bawahan. Oleh sebab itu, bila sorang pemimpin suka mempersulit urusan rakyatnya/bawahan maka niscaya Allah akan mempersulit segala urusannya baik di dunia maupun kehidupan akhiratnya nanti.
Sebagaimana Nabi Bersabda :
Aisyah r.a berkata : saya telah mendengar rasulullah saw bersabda di rumahku
ini : Ya Allah siapa yang menguasai sesuatu dari urusan umatku, lalu mempersukar
pada mereka, maka persukarlah baginya. Dan siapa yang mengurusi umatku lalu berlemah lembut pada mereka, maka
permudahlah baginya. (Hr. Muslim)
Ketiga : *Berani Mengakui Kesalahan*. Sebagai manusia biasa, dan sudah menjadi kodrat manusia bahwa manusia terikat dengan kesalahan dan kekeliruan. Begitupula seorang pemimpin, pemimpin tidak selalu benar, dia tak pernah luput dari kesalahan dan dosa.
Namun tak sedikit pemimpin yang mengakui kesalahannya atas nama ego dan gengsi. Dia tidak enggan mengkambing hitamkan bawahannya untuk mendapatkan pujian dan menyelamatkan harga dirinya.
Wahai pimpinan hindari sikap arogan itu ! karena sikap itu akan
mendatangkan sikap enggan menerima nasehat dan nyaris sulit mendapatkan
kebenaran.
Alih-alih mempertahankan wibawanya serta mengharapkan penghormatan dari
bawahannya, yang ada menimbulkan sikap apatis terhadap atasannya.
Marilah jadikan diri kita sebagai pemimpin yang berkualitas dengan ilmu, berwibawa dengan akhlak dan bermakna dengan nasehat.
* Ketua Depetemen Pengkaderan Pemuda Hidayatullah Jawa Timur, Pendidik YPI Al Fattah, Dan Da'i.
Komentar
Posting Komentar