Oleh : Moh.Humaidi, M.Pd*
Surga adalah makhluk yang diciptakan Allah SWT. sebagai tempat peristirahatan orang-orang yang sholeh, Kehadiran surga ini menjadi mutivasi tersendiri bagi manusia dalam segala aspek perbuatannya, sehingga lebih terarah sesuai sunah.
Makhluk ini merindukan golongan yang dinanti kehadirannya, siapakah mereka? Iya.. mereka adalah golongan yang mempunnyai kehidupan sederhana tapi selalu terarah sesuai harapan Allah dan Rasul-Nya. Tidak seperti generasi muda saat ini yang penuh glamor, kebebasan, dan hura-hura. Tentu kondisi ini jauh berbeda dengan perjalanan hidup generasi sahabat Nabi SAW.
Generasi sahabat Rasulullah SAW sangat beribawa, Kehebatan bersikap dan kecermelangan pikiran telah mereka toreh dalam lembaran sejarah. Berbagai kemuliaan dan keutamaan senantiasa menghiasi pribadi mereka. Sampai-sampai Rasulullah SAW. Mengecam orang-orang yang suka mencela dan mencemooh para sahabat. Mencela mereka sama dengan mencela Rasulullah dan mendapat laknat Allah SWT., beliau bersabda :
مَنْ سَبَّ اَصْحَابيْ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُاللهِ (رواه ابن عاصم)
Artinya : Barang siapa yang mencela sahabatku, maka ia mendapat laknat Allah SWT. (Riwayat Ibnnu ‘Ashim)
Mereka adalah golongan yang dijamin masuk surga tanp hisab, hal ini Nabi tegaskan dalam haditsnya ,
أبو بكر في الجنة، وعمر في الجنة، وعثمان في الجنة، وعلي في الجنة، وطلحة في الجنة،والزبير في الجنة، وعبد الرحمن بن عوف في الجنة، وسعد بن أبي وقاص في الجنة، وسعيد بن زيد في الجنة وأبو
عبيدة بن الجراح في الجنة.
"Abu Bakar di surga, Umar di surga, Utsman di surga, Ali di surga, Thalhah di surga, Az-Zubair di surga, 'Abdur-Rahman bin 'Auf di surga, Sa`ad bin Abī Waqqās di surga, Sa'id bin Zaid di surga, Abu Ubaidah bin al-Jarrah di surga"
( HR. Ahmad, Tirmidzi dan An-Nasai)
Mereka golongan sahabat yang mendapat jaminan masuk surga, bagaimana mereka mendapatkan jaminan tersebut? Adakah karakter yang menyebabkan mereka dirindu surga?
Mari kita ikuti ulasannya :
Pertama : Siddiq (Jujur) adalah sikap menyatakan sesuatu sesuai dengan kenyataan. Kejujuran Rasulullah SAW. sangat terkenal tidak akui teman dekatnya, bahkan diakui oleh musuhnya. Ternyata sikap jujur ini juga diikuti oleh sahabatnya yang bernama Ustman bin Affan.
Utsman bin Affan bin Abul Ash lahir dari keluarga yang kaya dan berpengaruh dari suku Quraisy silsilah Bani Umayyah. Usianya lebih muda lima tahun dari Rasulullah Saw. Ia mendapatkan pendidikan yang baik, belajar membaca dan menulis pada usia dini. Di masa mudanya, ia telah menjadi seorang pedagang yang kaya dan dermawan. Dua kisah di atas merupakan bukti kedermawanannya.
Utsman berasal dari strata sosial dan ekonomi tinggi yang pertama-tama memeluk Islam. Ia memiliki kepribadian yang baik. Bahkan sebelum memeluk Islam, Utsman terkenal dengan kejujuran dan integritasnya. Rasulullah Saw berkata,
“Orang yang paling penuh kasih sayang dari umatku kepada umatku adalah Abu Bakar, yang paling gagah berani membela agama Allah adalah Umar, dan yang paling jujur dalam kerendah-hatiannya adalah Utsman.”
Mengenai sifat rendah hatinya ini, Rasulullah Saw berkata, “Bukankah pantas aku merasa rendah hati terhadap seseorang yang bahkan malaikat pun berendah hati terhadapnya.”
Kepribadian Utsman benar-benar merupakan gambaran dari akhlak yang baik menurut Islam (akhlakul karimah). Ia jujur, dermawan, dan baik hati. Rasulullah SAW mencintai Utsman karena akhlaknya.
Kedua : Amanah (Dapat dipercaya),
Amanah merupakan sikap yang dapat dipercaya. Apabila suatu urusan dipercayakan kepadanya maka dia akan melaksanakan urusan tersebut dengan sebaik-baiknya. Sebagaimana Rasulullah SAW diberikan amanah untuk menyampaikan ajaran Islam kepada umat manusia.
Abu Bakar adalah sahabat nabi yang sangat berkesan, di saat tidak ada seorangpun yang mendukung kebenaran isro' mi'roj Rasulullah, dialah sosok yang hadir dengan lantang menyatakan kebenarannya, dalam perjalanan berislamnya beliau menemani hijrah ke madinah dengan semangat juang harta dan jiwa, banyak tergambarkan dalam manuskrip kuno atau modern, perjuangan Abu bakar sudah tidak diragukan lagi.
Ketika beliau diangkat menjadi kholifah dalam pidatonya menekankan pentingnya memegang amanah,
_"Wahai Manusia sesungguhnya aku telah dilantik memimpin kamu dan bukanlah aku yang terbaik di kalangan kamu Sekiranya aku berbuat baik maka taatilah aku Sekiranya aku berbuat keburukan luruskanlah aku Kebenaran itu amanah dan dusta itu khianat"_
Dialah sosok yang berpegag teguh amanah kenabian, saat beliau menjabat sebagai khalifah dia tidak segan-segan menumpas dan mengusirnya.
Ketiga : Tabligh (Menyampaikan), Sifat tabligh yaitu sifat wajib Nabi menyampaikan seluruh ajaran yang diterima dari Allah SWT berupa wahyu kepada manusia agar menjadi pedoman hidup.
Rasulullah menyampaikan seluruh ajaran yang tekandung dalam Al-Qur’an mulai dari perkara yang besar sampai perkara yang kecil seperti cara buang air kecil dan lain sebagainya. Makna lain dari tabligh ini adalah dakwah yang artinya mengajak orang lain mulai dari kerabat terdekat hingga jauh agar berpedoman kepada Al-Qur’an Dan Sunnah.
Karena tabligh ini menjadi tolok ukur perkembangan Islam.
Umar memerintah selama sepuluh tahun (634-644 M). Masa jabatannya berakhir dengan kematian. Abu Bakar menunjuk Umar sebagai penggantinya, walaupun perbuatan ini belum pernah dilakukan oleh Nabi. Kepribadian yang tegas, otoriter, tetapi berkeadilan, kereligiusannya tidak diragukan, dan orator ulung dimana ceramahnya dapat dilihat dalam buku Pidato-pidato Umar. Kehebatan Umar bin Khattab terlihat dalam mengkonsolidasikan negeri-negeri yang telah ditaklukkannya. Ia berhasil mempersatukan beberapa suku yang ada di Arab tanpa memandang ras dan suku sehingga terciptalah peradaban yang maju pada waktu itu. Umar bin Khattab Berpidato di dalam mesjid, sesudah memanjatkan puji syukur kepada Allah, Umar mengajak dan menganjurkan umat Islam untuk berjihad. Inilah yang menjadi kekuatan dasar muslim dalam menghadapi musuhnya. Umar sebagai pemimpin mampu membakar semangat para mujahid. Pemimpin seperti inilah yang tetap hidup dalam hati setiap muslim dahulu dan sekarang.
Keempat : Fathonah (Cerdas), Rasulullah SAW dikenal sebagai orang yang cerdas, pandai, arif, dan bijaksana dalam mengambil keputusan.
Ali Bin Abi Tholib adalah salah satu intelektual terbesar di antara para sahabat Nabi. Sebagaimana Aristoteles, beliau juga dikenal sebagai bapak ilmu pengetahuan Islam. Di dalam kitab Izalat Al-Khifa’, Shah Waliyullah memuji intelektualitas ’Ali yang tinggi sebagai akibat didikan yang diberikan Nabi. Kenyataan ini dikuatkan oleh pernyataan Nabi sendiri, ”Aku adalah gudang ilmu pengetahuan dan ’Ali adalah gerbangnya”. Ia juga dianggap sebagai ahli tafsir. Selama 6 bulan pertama kekhalifahan Abu Bakar, ia mengatur bab-bab Al-Qur’an menurut urutan waktu turunnya wahyu.
’Ali juga dikenal sebagai seorang mujtahid dan pakar hukum pada zamannya. Ia mampu menyelesaikan hal-hal yang pelik dan yang paling musykil sekalipun. Bahkan ’Umar dan sayyidah ’Aisyah menyampaikan berbagai kesulitan yang mereka hadapi kepada beliau. Dikisahkan, pada suatu waktu 2 perempuan bertengkar memperebutkan seorang bayi laki-laki. Masing-masing menyatakan bahwa bayi itu adalah anaknya. Kedua perempuan itu lalu dibawa menghadap ’Ali. Sesudah mendengarkan penjelasan masing-masing dari kedua perempuan tersebut, ia memerintahkan agar bayi itu dipotong-potong. Mendengar hal itu, seorang di antara perempuan tadi langsung menangis dan dalam linangan air mata memohon kepada khalifah untuk menyelamatkan si bayi dan dialah ibu si bayi yang sesungguhnya. ’Ali langsung memberikan bayi itu pada ibunya, dan menghukum perempuan yang satunya lagi. ’Umar pernah mengomentari ’Ali sebagai berikut, ”Semoga Allah melindungi; kita boleh saja menghadapi isu yang kontroversial, tetapi ’Ali selalu bisa menyelesaikannya.”
Masih banyak kisah yang menarik untuk dibahas, dan ke sepuluh sahabat yang mendapatkan jaminan surga tersebut tidak lepas dari karakter siddiq, amanah, tabligh dan fathonah, terbungkus dalam aqidah yang kuat dan akhlak yang terpuji.
Generasi muda saat ini harus mampu menyerap perjalanan para sahabat nabi yang didamba surga, kalau tidak, lalu siapa sandaran mereka? Sebab mereka adalah generasi terbaik, sebagai mana nabi bersabda,
“Sebaik-baik umat manusia adalah generasiku (sahabat), kemudian orang-orang yang mengikuti mereka (tabi’in) dan kemudian orang-orang yang mengikuti mereka lagi (tabi’ut tabi’in).” (Muttafaq ‘alaih)
Bagaimana mungkin surga tidak merindukan mereka? Sementara lankah perbuatannya syarat akhlak nyata dan ucapannya penuh makna.
Lalu bagaimana dengan pemuda saat ini, hidup gelamor, hura-hura dan media global menjadi predator emoral bangsa, maka saatnya mereka kembali mempelajari dan mengikuti jejak para sahabat Nabi.
Semoga generasi muda saat ini, selalu mendapatkan bimbingan dan Hidayah Allah SWT. Sehingga menjadi pemuda yang dirindu surga jua, Amin.
*Ketua Pengkaderan Pemuda Hidayatullah Jawa Timur, Pendidik YPI Al-Fattah Batu, Dan Da’i
Komentar
Posting Komentar