Mendengar kata surga, tergambar kenikmatan dan keindahan yang menjadi harapan semua makhluk, baik lintas agama, ras, tua atau muda. Semua berharap dan mejadi tujuan akhir setiap perbuatannya. Segala Kenikmatan ini sulit terlintas dalam relung jiwa manusia, karena kenikmatan ini belum ada di dunia dan tidak ada seorang makhluk pun meraskannya kecuali dia mendapat ridha dan rahmat tuhan-Nya. Rasulullah SAW menggambarkan dalam hadits Qudsi, Allah SWT berfirman:
“Aku telah menyiapkan bagi hamba-hamba-Ku yan sholeh kenikmatan-kenikmatan di surge yang tidak pernah dilihat oleh mata-mata mereka, yang tidak pernah didengar oleh telinga-telinga mereka, bahkan tidak pernah terbetik dalam hati mereka”.
Surga adalah makhluk yang diciptakan Allah SWT. sebagai tempat peristirahatan orang-orang yang sholeh, yaitu orang-orang yang mendapatkan kasih sayang dan ridha-Nya, Apakah mereka saat hidup di dunia ta’at, sesuai sunnah rasul-Nya? Atau sebaliknya?. Kehadiran surga ini menjadi mutivasi bagi manusia dalam segala aspek perbuatannya, agar lebih terarah dan terkentrol.
Makhluk ini merindukan golongan yang sengaja ditunggu kedatangannya, siapakah mereka? Iya.. mereka adalah golongan pemuda, pemuda yang mempunnyai kehidupan yang sederhana tapi selalu terarah sesuai harapan Allah dan Rasul-Nya. Tidak seperti generasi muda yang penuh glamor, kebebasan, dan hura-hura. Kondisi ini jauh berbeda dengan perjalanan hidup generasi muda sahabat Nabi SAW. Sejumlah prestasi gemilang telah mereka raih.
Generasi muda pada masa Rasulullah SAW sangat beribawa, Kehebatan bersikap dan kecermelangan pikiran telah mereka toreh dalam lembaran sejarah. Berbagai kemuliaan dan keutamaan senantiasa menghiasi pribadi mereka. Sampai-sampai Rasulullah SAW. Mengecam orang-orang yang suka mencela dan mencemooh para sahabat. Mencela mereka sama dengan mencela Rasulullah dan mendapat laknat Allah SWT., beliau bersabda :
مَنْ سَبَّ اَصْحَابيْ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُاللهِ (رواه ابن عاصم)
Artinya : Barang siapa yang mencela sahabatku, maka ia mendapat laknat Allah SWT. (Riwayat Ibnnu ‘Ashim)
Hati-hati dalam meyikapi para sahabat nabi, kenapa demikian? karena mereka sudah banyak mengorbankan apa yang mereka miliki, mulai harta bendanya sampai jiwa raganya mereka korbankan untuk membela Allah dan Rasul-Nya. Mereka rela mengorbankan generasi masnya, masa mudanya hanya untuk membela dan membesarkan agama Allah SWT.
Bagaimana kehidupan pemuda kita hari ini?, kebanyakan dari mereka, hidup penuh glamor, kebebasan, dan hura-hura. Sedikit sekali pemuda yang mau terjun ke dunia dakwah, dunia berfikir, Negara kita mau di bawa kemana? Masa depan Islam tanpak menunjukkan kemenangannya atau suramnya harapan?. Sudahkah karakter pemuda ini menjadi harapan surga? yang menjadi tujuan diberbagai aspek perbuatan/ibadah. Kalau ini belum, maka generasi muda harus memilki karakter yang menghantarkan dirinya menjadi orang baik sekaligus menjadi pemuda yang dirindu surga. Lalu Siapa sosok pemuda yang dirindu surga dan seperti apa karakternya?
Pertama : Siddiq (Jujur) adalah sikap menyatakan sesuatu sesuai dengan kenyataan. Kejujuran Rasulullah SAW. sangat terkenal tidak akui teman dekatnya, bahkan diakui oleh musuhnya. Ternyata sikap jujur ini juga diikuti oleh sahabat muda rasulullah yang bernama Abdullah bin Mas’ud, dia merupakan seorang pengembala kambing. Dia mengembala kambing milik seorang petingi Quraisy Uqbah bin Abi Muaith. Sejak pagi hingga sore dia meggembala.
Pada suatu ketika Rasulullah saw. dan Abu Bakar r.a. lewat di sebuah padang yang luas tempat Ibnu Mas'ud menggembalakan kambingnya. Mereka melihat kambing-kambing gembalaan Ibnu Mas'ud yang gemuk dan sehat. Merasa dahaga dan lelah, terbesitlah dalam pikiran mereka berdua untuk meminum susu kambing gembalaan tersebut.
Mereka berdua menghampiri Ibnu Mas'ud yang terlihat sibuk mengatur kambing-kambingnya. Ketika ditanya adakah kambing yang dapat diperah susunya, Ibnu Mas'ud mengiyakan. Namun, sayangnya, Ibnu Mas'ud tidak bisa memberikan kepada mereka. Bocah itu berkata, "Susu itu ada, tetapi sayang mereka bukan milikku. Kambing-kambing ini hanyalah amanah dari orang lain yang dititipkan kepadaku."
Pemuda hari ini sudah sepatutnya mempunyai sifat jujur, karena sifat jujur ini akan menyelamatkan dan menghantarkan dirinya menjadi pribadi yang akuntabel karena Allah SWT. berfirman :
Jika kamu berbuat baik, maka kamu berbuat baik kepada dirimu sendiri.(QS. Al-Ira’ : 7)
Kedua : Amanah (Dapat dipercaya), Amanah merupakan sikap yang dapat dipercaya. Apabila suatu urusan dipercayakan kepadanya maka dia akan melaksanakan urusan tersebut dengan sebaik-baiknya. Sebagaimana Rasulullah SAW diberikan amanah untuk menyampaikan ajaran Islam kepada umat manusia melaksanakan tugas itu enan sebaik-baiknya mesti taruhan nyawa jiwa dan raga.
Sifat amanah ini dilestarikan oleh sahabat muda dan tabi’in yang hidup pada masa Rasullah SAW.
Suatu hari hiduplah seorang pemuda yang tinggal dengan seorang ibunya yang menderita penyakit lumpuh total. Dia selulu ingat hadits rasulullah SAW tentang kewaijiban seorang anak berbakti kepada kedua orang tua, dan pesan ini selalu dipegang erat sebagai amanah untuk berjumpa dengannya kelak di yaumil qiyamah
Setiap harinya pemuda ini harus mengurusi ibunya, memberi makan, memandikan, membersihkan kotoran ibunya, dan semua kebutuhan sang ibu. Kondisi ibunya yang lumpuh total hingga tak bisa bergerak, membuat pemuda ini harus terus mengurusi ibu kandungnya itu.
Untuk mencukupi kebutuhan mereka sehari harinya, pemuda itu pun harus bekerja sebagai buruh dan pembatu atau budak pada masa itu. Namun tidak ada satu pun yang bersedia menerima pemuda itu, lantaran pemuda itu miskin, kusut, bau dan ditambah lagi ia menderita penyakit kusta dikedua tangannya. Sampai pada akhirnya ada yang mau menerimanya bekerja itu pun hanya sebagai buruh pengangkat susu sapi.
Rumah tempat mereka tinggal itu sangatlah terasing, bahkan jauh dari pemukiman atau perkampungan warga. Itu dikarenakan mereka diusir oleh penduduk setempat karena penyakit kusta yang dideritanya itu dianggap berbahaya dan menular. Akhirnya pemuda itu pun harus tinggal bersama ibunya ditempat yang jauh dari kehidupan warga. Tak seorang warga pun yang mau memperthatikan mereka, karena mereka takut, akan tertular penyakit kusta.
Sampai suatu hari, begitu kepinginnya ia bertemu Rasulullah, ia pun menekatkan diri untuk meninggalkan ibunya yang sedang sakit dan pergi menjumpai Rasulullah SAW yang rumahnya berjarak cukup jauh untuk perjalanan kaki. Setelah lebih dari 80 km kurang lebih berjalan, hati dan perasaan pemuda itu pun tidak enak, ia terus menerus memikirkan kondisi dan keadaan ibunya yang sedang sakit dirumah. Semakin ia ingin bertemu Rasul, maka perasaan bersalah karena meninggalkan ibunya pun terus semakin berat. Air matanya terus mengalir selama diperjalanan yang jauh dan tanpa makan dan minum. Tujuannya hanya satu, hanya ingin melihat wajah Rasul, untuk sekali saja.
Namun apa daya, ketika pemuda itu hampir sampai di negeri dimana Rasul tinggal. Ia pun tiba tiba mengubah haluan dan berbalik menyusul ibunya. Tak kuasa menahan tangis, dan merasa berdosa, ia pun lari sekuat tenaga untuk pulang dan menyusul ibunya dirumah. Setelah lebih dari 3 jam berlari, ia pun sampai dirumah dan mendapatkan ibunya telah wafat atau meninggal dunia. Ia pun menangis sejadi jadinya, rasa bersalah terus menyelimuti pikiran dan perasaan pemuda itu. Hingga akhirnya ia pergi menemui warga untuk mengabarkan kepergian ibunya kepada warga.
Ia menemui warga untuk meminta tolong membantu memakamkan dan menguburkan jenazah ibunya, tapi tak seorang warga pun yang mau menolong pemuda itu. Hingga dengan derai air mata, ia sendiri yang mengurusi jenazah ibunya, memandikan, mengafankan, dan menguburkan ibunya.
Didalam beberapa ceramahNya, Rasul SAW pernah berpesan kepada para sahabatNya bahwa, mintalah ilmu dan nasihat kehidupan dari salah seorang pemuda di negeri sebrang yang bernama "Uwais Al - Qarni", kalian akan menemuinya kelak. Lihatlah tanda dikedua tangannya ada bekas penyakit kusta.
Sontak para sahabatpun terkejut dan heran, karena mereka tahu bahwa Rasul SAW belum pernah bertemu dengan pemuda itu sebelumnya. Dan sebaliknya pemuda itu pun belum pernah bertemu dengan Rasul sebelumnya. Timbullah rasa penasaran dari para sahabat, amalan apakah yang dimiliki pemuda tersebut, hingga Rasul SAW berpesan agar para sahabat meminta ilmu dan nasihat kehidupan dari pemuda itu.
Inilah ciri pemuda yang dirindukan surga dengan seluruh kenikmatan yang menunggunya, dan seharusnya beginilah cara pemuda menaga amanah rasulullah dalam menjaga dan merawat orang tuanya tatkala mereka sudah paruh baya, bukan malah dititipkan di panti jompo atau ditelantarkan, Na’udzubillahi mindzalik.
Ketiga : Tabligh (Menyampaikan), Sifat tabligh yaitu sifat wajib Nabi menyampaikan seluruh ajaran yang diterima dari Allah SWT berupa wahyu kepada manusia agar menjadi pedoman hidup. Rasulullah menyampaikan seluruh ajaran yang tekandung dalam Al-Qur’an mulai dari perkara yang besar sampai perkara yang kecil seperti cara buang air kecil dan lain sebagainya. Makna lain dari tabligh ini adalah dakwah yang artinya mengajak orang lain mulai dari kerabat terdekat hingga jauh agar berpedoman kepada Al-Qur’an Dan Sunnah.
Karena tabligh ini menjadi tolok ukur perkembangan Islam, Rasulullah mengutus Mush'ab bin Umair untuk melakukan suatu tugas maha penting saat itu. Ia menjadi duta atau utusan Rasul ke Madinah untuk menyampaikan dan mengajarkan agama Islam kepada orang-orang Anshar yang telah beriman dan berbai’at kepada Rasulullah di bukit Aqabah. Di samping itu, ia juga mempersiapkan kota Madinah untuk menyambut hijrah Rasulullah sebagai peristiwa besar. Mush'ab memikul dan memegang amanat itu dengan bekal karunia Allah kepadanya, berupa pikiran yang cerdas dan budi yang luhur.
Dengan sifat zuhud, kejujuran dan kesungguhan hati, ia berhasil melunakkan dan menawan hati penduduk Madinah hingga mereka berduyun-duyun masuk Islam. Ketika tiba di Madinah pertama kali, ia mendapati kaum Muslimin tidak lebih dari dua belas orang, yakni hanya orang-orang yang telah baiat di bukit Aqabah. Namun beberapa bulan kemudian, meningkatlah jumlah orang-orang yang memenuhi panggilan Allah dan Rasul-Nya.
Sifat tabligh ini juga di lestarikan dan di jaga oleh para sahabat bahkan menjadi prioritas utama dalam kehidupannya. Pemuda harus mengambil bagian ini karena sejatinya disinilah kemuliaan jiwa seorang itu didapatkan.
Keempat : Fathonah (Cerdas), Rasulullah SAW dikenal sebagai orang yang cerdas, pandai, arif, dan bijaksana dalam mengambil keputusan. Tatkala Rasulullah mengambil baiat dari orang-orang Anshar pada perjanjian Aqabah yang kedua, diantara para utusan yang terdiri atas 70 orang itu terdapat seorang anak muda dengan wajah berseri, pandangan menarik dan gigi putih berkilat serta memikat. Perhatian dengan sikap dan ketenangannya. Dan jika bicara maka orang yang melihat akan tambah terpesona karenanya. Nah, itulah dia Mu'adz bin Jabal RA.
Dengan demikian, ia adalah seorang tokoh dari kalangan Anshar yang ikut baiat pada Perjanjian Aqabah kedua, hingga termasuk Ash-Shabiqul Awwalun—golongan yang pertama masuk Islam. Dan orang yang lebih dulu masuk Islam dengan keimanan serta keyakinannya seperti demikian, mustahil tidak akan turut bersama Rasulullah dalam setiap perjuangan. Maka demikianlah halnya Mu'adz.
Tetapi kelebihannya yang paling menonjol dan keitstimewaannnya yang utama ialah fiqih atau keahliannya dalam soal hukum. Keahliannya dalam fiqih dan ilmu pengetahuan ini mencapai taraf yang menyebabkannya berhak menerima pujian dari Rasulullah SAW dengan sabdanya: "Umatku yang paling tahu akan yang halal dan yang haram ialah Mu'adz bin Jabal."
Dalam kecerdasan otak dan keberaniannya mengemukakan pendapat, Mu'adz hampir sama dengan Umar bin Khathab. Ketika Rasulullah SAW hendak mengirimnya ke Yaman, lebih dulu ditanyainya, "Apa yang menjadi pedomanmu dalam mengadili sesuatu, hai Mu'adz?"
"Kitabullah," jawab Mu'adz.
"Bagaimana jika kamu tidak jumpai dalam Kitabullah?", tanya Rasulullah pula.
"Saya putuskan dengan Sunnah Rasul.
"Jika tidak kamu temui dalam Sunnah Rasulullah?"
"Saya pergunakan pikiranku untuk berijtihad, dan saya takkan berlaku sia-sia," jawab Muadz.
Maka berseri-serilah wajah Rasulullah. "Segala puji bagi Allah yang telah memberi taufiq kepada utusan Rasulullah sebagai yang diridhai oleh Rasulullah," sabda beliau. Dan mungkin kemampuan untuk berijtihad dan keberanian menggunakan otak dan kecerdasan inilah yang menyebabkan Mu'adz berhasil mencapai kekayaan dalam ilmu fiqih, mengatasi teman dan saudara-saudaranya hingga dinyatakan oleh Rasulullah sebagai "orang yang paling tahu tentang yang halal dan yang haram".
Dari sini pemuda diajak banyak belajar baik dalam dunia pendidikan normative yang ada dibangku kuliah dan pendidikan praktis seperti kajian-kajian keislaman, peka terhadap lingkungan sekitar, senang berbagi dan lain sebainya.
Generasi muda saat ini harus kembali membuka torehan sejarah emasnya, dimana banyak pemuda yang menjadi panutan, pribadi yang tangguh dan penuh tanggung jawab, di sana karakter siddiq/jujur, amanah, tabligh dan fathonah, dan semangat muda inilah tebungkus dalam karakter sunnah, bagaiama mungkin surga tidak merindukan mereka? Karena dengan semangat juangnya lewat karakter positive yang dimilikinya mampu mengguncangkan dinding surganya.
Semoga generasi muda saat ini Allah selalu arahkan dan mudahkan mendapat bimbngan dan hidayah-Nya. Amin.
Penulis: Moh. Humaidi, M.Pd.
(Ketua Pengkaderan Pemuda Hidayatullah Jawa Timur, Pendidik YPI Al-Fattah Batu, Dan Da’i)
Komentar
Posting Komentar