Oleh : Moh. Humaidi*
Ada apa dengan keluarga? Keluarga adalah tempat berteduhnya asmara dan tumpuan menghilangkan rasa penat, karena bertahun-tahun hati ini mencari pasangannya. Tapi, ketika itu semua sudah ada, istri, anak dan rumah, di depan mata. Apakah rasa rindu, ketenangan, kasih-sayang dan saling mencintai antara pasangan, sudah cukup, atau terus berkembang? Tentu tidak?
Karena keluarga ini penuh mesteri, sulit ditebak, hanya orang-orang yang sabar, ia mampu menghadapinya.
Tidak sedikit keluarga yang karam ditengah perjalanan, di jawa timur sejak januari 2020 tercatat 3.310 kasus perceraian, sebagaimana dikutip http/www. jpnn.com, faktor dominan yang mendasar adalah karena ekonomi, apalagi di musim yang serba tidak menentu ini, sebab virus covid-19, kebutuhan bahan makanan yang cukup meningkat, sementara ruang gerak terbatas, apalagi dengan pasang surutnya Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) yang diperlakukan lebih tidak menentu, kebijakan pemerintah daerah cukup bervariatif, antara perberlakuan New Normal atau perpanjangan PSBB, mengingat meningkatnya kasus positif covid ini masih cukup signifikan, di malang raya, perhari masih 6-7 orang terpapar positif covid, sebagaimana dikutip koran Jawa Pos Radar Malang, pada Sabtu,6/6. Apalagi se Jawa Timur tentu tambah banyak, sehingga dapat dibayangkan angka perceraian saat tulisan ini dimuat, tentu tambah meningkat.
Mungkinkah faktor ekonomi menjadi problem utama dalam banyak kasus karamnya bahtera keluarga? Atau ada faktor lain yang menjadi sandungan bahteranya?
Dirjen Peradilan Agama Mahkamah Agung mencatat, pertengkaran adalah penyebab paling tinggi (46,6 persen). Karamnya bahtera rumah tangga juga dipicu faktor ekonomi (28,2 persen) serta meninggalkan pasangan (18,2 persen).
Ternyata pertengkaran menjadi pemicu paling utama terjadinya perceraian, terus apa penyebab terjadinya pertengkaran?.
Pertama. Kurang komunikasi, komunikasi antar pasangan sangat memberikan stimulus keharmunisan, dalam keluarga setumpuk masalah silih berganti dan sangat variatif, yang bisa mencairkan suasana ini adalah komunikasi, kurang komunikasi faktor masalah besar dalam keluarga tidak ada komunikasi atau tabayun, yaitu menjelaskan hal yang dianggap tabu atau yang diragukan, dan rasa cemburu. hal ini sudah diperaktekkan oleh rasulullah SAW.
Aisyah RA. berkata, "Aku tidak pernah cemburu kepada seorang wanita seperti cemburuku kepada Khadijah. Karena Nabi SAW sering menyebut namanya. Suatu hari beliau mengingatnya. Lalu aku berkata: "Apa yang dapat kau lakukan dengan wanita keriput ompong itu? Padahal Allah SWT telah memberi ganti untukmu dengan yang lebih baik darinya." Beliau menjawab: "Demi Allah. Allah SWT tidak menggantinya untukku?" (H.R Bukari dan Muslim).
Perhatikan cemburu yang luar biasa pada Aisyah terhadap wanita yang telah wafat. Hal ini karena cintanya yang luar biasa kepada Rasulullah SAW. Ia cemburu terhadapnya, karena beliau mengingat dan menyebut wanita lain.
bagaiamana nabi menjaga keharmoniannya ialah dengan cara selalu membangun komunikasi yang baik, sebagaimana dalam haditsnya :
Adalah dahulu Nabi shallallahu alaihi wa sallam jika berkumpul bersama Aisyah Radhiallahu anhaa di malam hari maka Rasulullah berbincang-bincang dengan putri Abu Bakar Radhiallahu anhumma” (HR Bukhari)
Hadits ini menunjukkan bahwa suami yang baik adalah lelaki yang meluangkan waktunya untuk berbicara dengan istri. Berbincang seputar hal yang bermanfaat. Entah perkara dunia atau akhirat. Hadits ini juga mengisyaratkan bahwa rumah tangga yang harmonis terwujud manakala terjadi komunikasi yang baik antar anggota keluarga
Kedua. Kurang perhatian, seharian Suami/Istri bekerja di luar rumah, ketika pulang ke rumah bertemu dengan istri dan anak-anaknya tidak jarang ia masih sibuk dengan pekerjaan, sering pula pasangannya mengingatkan agar bisa membagi waktu dengan keluarga, ketika di rumah ia fokus dengan keluarganya. maka ini salah satu pemicu turunnya volume keharmonisan dengan keluarga. apakah benar seiring perjalanan usia pernikahan tambah surut juga keharmonisannya? 'jawabannya' "iya" kenapa? karena turunnya volume perhatian pasangan khususnya dalam hal ini istri, saat masih belum punya anak pusat perhatiannya full kepada suami, tapi saat dikarunia anak maka otomatis perhatiannya menurun dan harus terbagi, maka disini seorang suami harus mengerti dan bisa membagi tugas saat di rumah. Nabi ketika di rumah sangat perhatian dan mampu berbagi tugas, sebagaimana sabdanya:
Umul Mukminin Aisyah pernah ditanya : “Apa yang dilakukan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di rumahnya?” Aisyah menjawab: “Beliau ikut membantu melaksanakan pekerjaan keluarganya.” (HR Bukhari)
Salah satu langkah "perhatian" yang harus ditumbuhkan dalam keluarga dalam rangka menimalisir komflik dan terhindar dari kesan "keluarga diambang panggung cerita" maksudnya ketika terjadi perceraian maka keluarga itu hanya bahan cerita, dulu pernah berkeluarga tapi karena begini dan begitu akhirnya karam. atau hampir keluarga si fulan terjadi perceraian dan lain sebagainya. Hindari gesekan-gesekan yang memercekkan api cemburu antar pasangan, tumbuhkan rasa perhatian dan pengertian sebagaimana Nabi contohkan.
Membukakan pintu untuk istri, baik di kendaraan, rumah dan lainnya
Dari Anas radhiyallahu 'anhu , dia berkata: “Kemudian kami pergi menuju Madinah (dari Khaibar). Aku lihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyediakan tempat duduk yang empuk dari kain di belakang unta beliau untuk Shafiyyah (istri beliau). Kemudian beliau duduk di samping untanya sambil menegakkan lutut beliau dan kemudian Shafiyyah naik dengan meletakkan kakinya di atas lutut beliau sehingga dia bisa menaiki unta tersebut.” (HR Bukhari)
Subhanallah, dari riwayat diatas kita bisa ketahui bagaimana perlakuan Rasulullah kepada istrinya. Beliau memperlakukan istrinya bak seorang putri raja. Di zaman sekarang, Istilah yang cukup akrab di telinga kita “Ladies First” ternyata sudah dilakukan Rasulullah sejak berabad-abad yang lalu, disaat kebudayaan lain di dunia saat itu menganggap wanita sebagai makhluk hina, bahkan diragukan statusnya sebagai “manusia”.
Sering Mencium Istri
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah sosok suami yang sangat romantis. Sungguh hal yang romantis dan bisa menimbulkan rasa kasih sayang jika kita bisa membiasakan mencium istri/suami ketika hendak bepergian atau baru pulang.
Nabi sering mencium Aisyah dan itu tidak membatalkan puasa. (HR Nasai dalam Sunan Kubra II/204)
Dari ‘Aisyah ra, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam biasa mencium istrinya setelah wudhu’, kemudian beliau shalat dan tidak mengulangi wudhu’nya.” (HR ‘Abdurrazaq)
Makan sepiring berdua
Dari Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata : Saya dahulu biasa makan bubur bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.” (HR. Bukhari)
Dari Aisyah radhiyallhu 'anha, ia berkata : “Aku biasa minum dari gelas yang sama (dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ) bahkan ketika haidh, lalu Nabi mengambil gelas tersebut dan meletakkan mulutnya di tempat aku meletakkan mulut, lalu beliau minum.” (HR Abdurrazaq)
Demikian pula dalam riwayat imam Muslim Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah minum di gelas yang digunakan Aisyah dan beliau juga pernah makan daging yang pernah digigit Aisyah.” (HR Muslim)
Suami menyuapi istri
Dari Saad bin Abi Waqosh radhiyallahu 'anhu berkata, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : “Dan sesungguhnya jika engkau memberikan nafkah, maka hal itu adalah sedekah, hingga suapan nasi yang engkau suapkan ke dalam mulut istrimu.“ (Mutafaqun ‘Alaih)
Apabila seorang isteri makan bersama suaminya dan suami menyuapi makanan tersebut ke mulut isterinya, niscaya ia akan mendapatkan pahala dan hal itu akan memperkokoh kecintaan isterinya. Sesuatu yang tidak bisa dipungkiri, bahwa saling menyuapi dapat menguatkan jalinan kasih sayang antara suami dan isteri.
Berlemah lembut, melayani dan memanjakan istri sakit
Diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu 'anha, nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah orang yang penyayang lagi lembut. Beliau orang yang paling lembut dan banyak menemani istrinya yang sedang mengadu atau sakit. (Mutafaqun ‘Alaih)
Bersenda gurau,bermain untuk membangun kemesraan
Dari Zaid bin Tsabit, ia berkata tentang Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam : “Beliau orang yang suka bercanda dengan istrinya.” (HR Bukhari)
Aisyah dan Saudah "pernah saling melumuri muka dengan makanan. Dan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tertawa melihat tingkah keduanya". (HR Nasa’i)
Umul Mukminin Aisyah Menceritakan : “Pada suatu ketika aku ikut bersama Rasulullah dalam sebuah lawatan. Pada waktu itu aku masih seorang gadis yang ramping. Beliau memerintahkan rombongan agar bergerak terlebih dahulu. Mereka pun berangkat mendahului kami. Kemudian beliau berkata kepadaku, “Kemarilah! sekarang kita berlomba lari.” Aku pun meladeninya dan akhirnya aku dapat mengungguli beliau. Beliau hanya diam saja atas keunggulanku tadi. Hingga pada kesempatan lain, ketika aku sudah agak gemuk, aku ikut bersama beliau dalam sebuah lawatan. Beliau memerintahkan rombongan agar bergerak terlebih dahulu. Kemudian beliau menantangku berlomba kembali. Dan akhirnya beliau dapat mengungguliku. Beliau tertawa seraya berkata, “Inilah penebus kekalahan yang lalu!” (HR. Ahmad)
Memberi hadiah
Dari Ummu Kaltsum binti Abu Salamah, ia berkata, “Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menikah dengan Ummu Salamah (ibunya), beliau bersabda kepadanya, Sesungguhnya aku pernah hendak memberi hadiah kepada Raja Najasyi sebuah pakaian berenda dan beberapa botol minyak kasturi, namun aku mengetahui ternyata Raja Najasyi telah meninggal dunia dan aku mengira hadiah itu akan dikembalikan. Jika hadiah itu memang dikembalikan kepadaku, aku akan memberikannya kepadamu.”
Ia (Ummu Kultsum) berkata, “Ternyata keadaan Raja Najasyi seperti yang disabdakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, dan hadiah tersebut dikembalikan kepada beliau, lalu beliau memberikan kepada masing-masing istrinya satu botol minyak kasturi, sedang sisa minyak kasturi dan pakaian tersebut beliau berikan kepada Ummu Salamah.” (HR Ahmad).
Pemandangan seperti ini memberikan kesan begitu mendalam yang menunjukkan ketawadhu’an beliau. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam selaku pemimpin yang berjaya dan seorang Nabi yang diutus- memberikan teladan kepada umatnya bahwa bersikap tawadhu’ kepada istri, mempersilahkan, melayani, membantu pekerjaan rumah, membahagiakan istri, sama sekali tidak mengurangi derajat dan kedudukan beliau.
karena seyogyanya seorang suami mampu memposisikan diri, sebagai ayah, teman, pasangan, dan imam bagi istrinya. karena ketika seorang wanita nikah maka tanggung jawab sepenuhnya beralih kepada suami, disini seorang suami mampu memposikan sebagai ayah.
Sebagai ayah, suami mampu mendengar keluh kesah istri dan melindungi, seharian penuh dia merawat anak-anak. sebagai teman, suami mampu menjadi teman sharing, diskusi dan tuikar pikiran, sebagai pasangan, suami mampu berbagi perhatian, kasih sayang dan empati. sebagai imam, ia mampu mengarahkan istrinya, mengingatkan dan membimbingnya. bagaimana caranya sudah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. tinggal kita mempraktekkannya.
Semoga langkah praktis diatas dapat menimalisir terjadinya konlik internal keluarga kita, apalagi ambang panggung cerita, jadikan keluarga panggung realita yang penuh kasih sayang dan terus menumbuhkan bunga - bunga kebahagaiaan.
*Ketua Depertemen Pengkaderan Pemuda Hidayatullah Jawa Timur, Pendidik YPI Al Fattah Batu Dan Da'i.
Komentar
Posting Komentar