Kesejahteraan hidup berbangsa dan bernegara erat kaitannya dengan keadilan.
Karena pemangku kuasa sangat rentan terjadi gesekan kepentingan, kepentingan yang merugikan orang lain.
Bahkan kesuksesan seorang pemimpin terukur sejauh mana dia berpegang teguh kepada keadilan, adil dalam arti berpihak kepada kebenaran, bukan adil berpihak kepada siapa yang bermodal dan berkuasa.
Sebagaimana dikutip di KBBI arti adil adalah "tidak berat sebelah, dan berpihak yang benar".
Makna adil ini sudah di perkasai oleh Nabi SAW. dalam sabdanya :
“Sesungguhnya yang merusak / membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah bahwa mereka dulu apabila orang mulia di antara mereka yang mencuri, maka mereka membiarkanya; tetapi kalau orang lemah di antara mereka yang mencuri maka mereka menegakkan hukum atas orang tersebut. Demi Allah seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri, niscaya aku akan memotong tangannya.” (H.R. Bukhari).
Dalam hal ini Nabi mengajarkan kepada kita beberapa masalah dasar yang mesti diperhatikan oleh para pemangku kekuasaan, baik di lingkungan eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Jangan jadikan kekuasaan tempat meraup keuntungan dan tempat berlindung dari kesalahan, melalui manuver hukum yang sengaja dibuat untuk membela yang berkuasa dan bermodal.
Kasus terakhir yang cukup jadi tontonan publik adalah penyiraman air keras yang dialami penyidik KPK Novel Baswedan, dan gambaran bahwa hukum di negri ini sudah tidak lagi murni berkeadilan. Ini ada apa? ternyata ada keterlibatan pihak penguasa yang khwatir aroma lukanya tercium publik.
Dikutip Kompas. com- bahwa Pihak Istana Kepresidenan buka suara soal tuntutan ringan bagi dua terdakwa pelaku penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi. Novel Baswedan. Jaksa penuntut umum menjatuhkan tuntutan satu tahun penjara bagi dua terdakwa yang merupakan anggota Polri.
Tuntutan ringan yang dijatuhkan pada Kamis (11/6/2020) pekan lalu itu langsung ramai dibincangkan publik karena dianggap tak memenuhi rasa keadilan bagi Novel.
Tersebar kabar Majlis Hakim menjatuhi hukuman kepada kedua pelaku penyiraman air keras tersebut 1 tahun penjara, alasan hakim menjatuhi hukuman ringan ini karena si pelaku tidak ada niat untuk melakukan penyiraman.
Secara naluri sehat terbeber kamera sisi tv mempertontonkan bagaimana kedua pelaku penyiraman tersebut berusaha ingin mencenderai daerah wajahnya, eh.. Majlis hakim lewat penuntut umumnya mengatakan kalau si pelaku tidak ada niat mencederai.
Lebih aneh lagi berbagai manuver, yang di lakukan penguasa mulai pembelaan lewat media dengan mengatakan "jika wajah terkena air keras otomatis 75% rusak parah, loh.. kok wajahnya novel baswedan masih bagus dll.", alibi ini dibuat agar publik menganggap, bahwa pihak novel baswedan bersalah dan dianggap mengada-ngada. Padahal pengkauan Novel Baswedan sebagaimana di kutip kompas.com
"Ketika saya pertama kali disiram air keras, penanganan pertama ada saya siram dengan diguyur air sampai lama," kata Novel dalam acara "Mata Najwa", Rabu (17/6/2020).
Novel mengatakan, setelah itu ia langsung dibawa ke rumah sakit di daerah Kelapa Gading.
Ketika sampai, Novel mengaku segera ditangani oleh dokter yang fokus menangani luka bakar.
"Saya dibius total, dibawa ke ruang operasi dan dilakukan penanganan yang khusus dengan disiram air murni dan lain-lain, saya tidak melihat tapi saya diceritain dan setelah itu diberikan kasa basah di wajah saya agar sel-selnya tidak mati," ujar dia.
Dari sini publik sudah mulai cerdas dan mengerti, siapa yang benar, dan siapa yang salah?
Semoga kedepan hukum negara kita lebih berkeadilan yang condong mendukung yang benar bukan yang bermodal [].
* Ketua Pengkaderan Pemuda Hidayatullah Jatim, Pendidik YPI Al Fattah Batu Dan Da'i.
Komentar
Posting Komentar