Negara maju dan disiplin adalah tuntutan masyarakat yang menginginkan kemakmuran dan keadilan. Maju -mundurnya, baik - buruknya, hal ini menjadi momok dan sorotan publik, dan yang menjadi sorotan utama adalah pendidikannya, seperti apa pendidikan yang ada ? dan yang berlangsung di negara tersebut ?. Dan ini menjadi tolok ukur maju dan mundurnya sistem negara, taruhlah Negara maju dan berkembang, rata-rata mengedepankan pendidikan yang menekankan kejujuran dan disiplin tinggi.
Dan bagaimana model pendidikan yang seharusnya, persepektif sirah kah?. Dari sinilah banyak model dan betuk pendidikan yang nyaris berbeda, mulai dari Visi, Pendidik dan Materi ajarnya, hal ini sangat erat terbentuknya karakter.
Karakter yang dibutuhkan adalah, jujur dan pemberani. Jika sebuah Negara pemimpinya jujur, jujur membela yang benar dan berani mengambil keputusan, sudah barang tentu keadilan dan kemakmuran akan segera dirasakan.
Dari mana hal itu didapatkan?, jawabannya adalah, pendidikan, baik pendidikan yang dihasilkan dari sebuah keluarga, atau lembaga.
Lalu, Pendidikan seperti apa? yang melahirkan kerakter, jujur dan pemberani?
Nabi Ibrahim AS. adalah sosok ayah yang ta'at dan patuh terhadap perintah Tuhannya. Ia tidak pernah menolak atas apa yang diperintahkan terhadap dirinya, sekalipun anak semata wayangnya harus menjadi taruhan sebagai bentuk keta'atan.
Setiap tanggal 10 Dzul Hijjah H. tiba, keluarga besar Ibrahim AS. menjadi momok terlahirnya pendidikan yang berkakter. Karena saat itu, terjadi peristiwa besar, yang kemudian dijadikan hari besar kedua ummat Islam Se- sentoro dunia, tersebutlah Hari Raya 'Idul Adha. Dari sini juga dianjurkan berqurban bagi yang mampu. Pristiwa itu menjadi catatan besar sejarah, sampai akhir zaman. Hal ini tidak lain karena pengorbanan seorang ayah yang tidak tertandingi, antara mengikuti perintah Tuhan dan rasa sayang terhadap keluarganya.
Maka kenapa kemudian Ibrahim AS. mempunyai putra yang sangat jujur dan pemberani, kuncinya karena dia mengedepankan perintah Tuhan, daripada kepentingan diri dan keluarga.
Dalam kisahnya, saat Isma'il kecil akan di korbankan dan akan terjadi penyembelihan, Isma'il kecil, mampu menguasai dirinya dan berani mengatakan, (saat ayahnya, sudah mulai ragu untuk menyembelihnya), ia bergumam " Jika ayah khawatir tidak kuat menatapku saat penyembelihan tiba, tengkurapkan wajahku, dan enkau akan mendapatiku dalam keadaan sabar dan menerima"
Mencetak karakter jujur dan pemberani seperti Ima'il, tidak semudah membalikkan telapak tangan, banyak yang harus di intropeksi, mulai dari diri sendiri, lingkungan dan apa yang menjadi tujuan hidupnya. Kalau di analogikan dalam lembaga yaitu mulai dari Visi, Guru dan materi ajar, hal ini juga bisa diperaktekkan dalam bentuk keluarga, sebagaimana telah diteladani oleh keluarga besar Nabi Ibrahim AS.
Banyak dikisahkan dalam kancah narasi sirah, ternyata sejak kecil Nabi Ibarahim AS. adalah anak yang jujur dan pemberani, bahkan beliau siap di bakar saat menerima kesalahan, yang dianggap salah oleh penyembah patung, para musyrikin saat itu.
"Buah tidak akan jauh dari pohonya" pepatah ini, nyata adanya, ternyata Nabi Ibrahim sudah mencontohkan, wajar melahirkan generasi yang siap menerima tantangan.
Kita sebagai orang tua, jika jujur dan berani dalam kehidupannya maka sudah barang tentu putra-putri kita tidak jauh sebagaiamana kedua orang tuanya. Sebagai Guru, ia jujur dengan lisannya, sopan tutur katanya, dan ia jujur dalam perbuatannya: sholat tepat waktu, senang berbagi, dan senang menasehati, berani terhadap tiran, dan mampu menghargai atas hasil yang didapatkan. Jika seorang pendidik mampu melakukan sedemikan rupa, maka tentu akan melahirkan anak didik yang handal, jujur dalam ucapan dan berani dalam kebenaran.
Pendidikan, waktunya melahirkan Isma'il kecil yang jujur dan berani dalam segala hal.
Hilangkan rasa ogah untuk membentuk karakter ini, karena karakter inilah sumber peradaban walau nyawa jadi taruhan, ia siap menyongsong bangkitnya islam yang berkeadilan dan menyelamatkan.
Hal ini dipertegas dalam hadits Nabi :
“Berlakulah jujur, sesunguhnya kejujuran akan mengantarkan kepada kebaikan, dan kebaikan akan menghantarkan ke surga. Dan, seseorang yang senantiasa berlaku jujur akan tercatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Jauhilah dusta. Sesungguhnya dusta akan membawa kepada kejahatan dan kejahatan itu akan menjerumuskan seseorang ke dalam neraka. Seseorang yang sering berdusta akan tercatat disisi Allah sebagai seorang pendusta.” (HR Muslim).
Jujur dalam kebenaran dan berani dalam kebaikan, tolok ukur bangkitnya peradaban, dan lahirnya generasi melenial keisma'ilan. Maka sudah barang tentu Baldatun Thoyyibatun Wa Rabbun Ghafur, akan segera kita dapatkan.
* Pendidik YPI Al-Fattah Batu, Da'i Dan Ketua Depertemen Pengkaderan Syabab Jatim.
Komentar
Posting Komentar