Oleh : Aris Setiawan*
Pendidikan seharusnya mampu menghantarkan peserta didiknya lebih pintar dan mencerdaskan.
Bahkan lebih dari itu bijak dan dewasa adalah pilihan dalam kehidupannya.
Karena seyogyanya, sekolah disamping sebagai wadah penempaan ketuntasan krakter, sekolah juga menjadi harapan masa depan, orang bijak berkata sekolahku masa depanku.
Oleh karenanya, sebagian besar orang tua berharap kesuksesan anak seutuhnya ada pada sekolah.
Sekolah menjadi hal yang dominan di tengah-tengah masyarakat.
Lalu sekolah yang seperti apa yang dibutuhkan?
Adakah jaminan sekolah yang mengatasnamakan Islam, mampu membentuk krakter peserta didik dan memupuknya?
Lalu apa yang seharusnya, dilakukan oleh sekolah Islam?
Pertama, Sarana memang diperlukan, namun prioritas & orientasi kurikulum harusnya mengarah kepada kepribadian berkeimanan serta membangun kemandirian.
Karena inilah bekal anak didik untuk menjadi subyek/pelaku perubahan, dengan arah yang jelas, berkarakter Islam.
Menghafalkan Al-Qur'an adalah sangat penting. namun jika kepribadian & kemandiriannya tidak dibangun, maka dia tidak akan mampu menggali kedahsyatan Al-Qur'an yang ada.
Analoginya ibarat SDM militer, dia hanya bermental kopral, sebagai pelaksana instruksi.
Berbeda jika dia bermental jendral, yang bisa membangun arah masa depan, mampu menyusun strategi yang tepat untuk mencapainya.
Memang kopral itu perlu ada, namun saat ini terlalu banyak generasi yang bermental kopral.
Nyatanya, generasi melenial masih banyak yang tertarik terhadap budaya korea dari pada budaya islam dan penikmat tiktok terdepan.
Oleh karenanya, perlu perbanyak mencetak generasi yang bermental jendral dan berjiwa kasatria.
Dengan demikian kita tidak akan kesulitan menemukan generasi 20 tahun kedepan.
Mereka menjadi leader yang siap terjun ke galanggang pertempuran, tidak mudah menyerah dan siap menghalau kemungkaran, berjiwa tangguh dan jelas arah pandangnya.
Kedua, Konsep Home Base Learning memang itu konsep Islam.
Dari keluargalah, seorang anak mendapatkan pondasi dan karakter.
Sekolah hanya mitra orang tua, untuk membangun dinding, atap dan jendela.
Pondasi yang telah dibangun oleh orang tua, sangat mempengaruhi di masa dewasanya.
Sayangnya, konsep bayar mahal ke sekolah serta pokoknya sudah tahu beres terkait pendidikan anaknya, menjadikan orang tua mengalami degradasi idealisme.
Dan ini mampu merusak orientasi orang terhadap keberhasilan anaknya.
Kurangnya kesabaran orang tua dalam pendampingan anak juga mempengaruhi terbentuknya diskomunikasi personal.
Maka tidak heran, jika saat pandemi seperti ini, rontoklah apa-apa yang sudah ditanamkan dari sekolah ke anak.
Karena belajar di rumah, orang tua sangat tidak siap mendampingi, sangat tidak sabar mengontrol.
Kita coba cek, berapa banyak anak yang sholat subuhnya menurun kualitasnya, menurun pembiasaan baca & hafalan Al-Qur'annya, karena ketidak siapan orang tua untuk mendampingi.
Maka harusnya sekolah yang baik itu membangun sinergi dengan orang tua dalam mendidik & mengasuh anak.
Sayangnya tidak banyak sekolah menyiapkan hal ini dengan serius. Penulis sendiri, sudah sejak 2013 jika bertemu dengan sekolah-sekolah Islam, mendorong untuk mempersiapkan konsep tersebut.
Sayangnya, tidak banyak yang merespon, kalaupun merespon sekolah tersebut sudah cukup puas dengan kegiatan parenting dan buku penghubung siswa yang dimiliki.
Sayang filosofi dan arah dari parenting & buku penghubungnya, kurang dipahami dengan baik.
Meski ada juga yang merespon dan serius mempersiapkan konsep sinergi sekolah dengan orang tua, dan sekolah ini beserta para orang tuanya seperti panen akhlaq, habits, perilaku, panen sikap di anak-anak saat learn from home diterapkan karena pandemi corona ini muncul.
Nah, saatnya sekolah bersegera untuk mempersiapkan konsepnya, karena masa pandemi ini, masih belum jelas ujung penyelesaiannya.
Semoga sekolah Islam kedepan lebih representatif dan akuntabel dalam menyiapkan generasi yang islami.[] Aamiin.
Wallahu a'lam.
* Penggiat pendidikan, trainer dan da'i
Editor/ Moh. Homaidi
Komentar
Posting Komentar