Oleh : Moh. Homaidi*
Dalam berproses diri, kita harus banyak menundukkan hati, makna lain adalah bersabar. Dengan cara, tanpa banyak menuntut lebih. Apapun amanahnya, kerjakan dan tekuni. Keberhasilan jelas akan didapati.
Betapa banyak orang yang berguguran saat menekuni peroses, jatuh bangun dia lakukan, rintangan silih berganti, bak ayunan kaki yang saut-sautan. Terkadang kaki kanan yang di depan, disusul kaki kiri, begitu seterusnya, hingga sampai pada tempat yang dituju.
Justru saat inilah kompetensi jati diri seorang hamba terlatih. Apa yang dia perbuat akan menampilkan kesungguhan berekspresi, tidak setengah-tengah, dan selalu bertanggung jawab.
Taruhlah panglima besar Khalid bin Walid, saat diamanahi sebagai pimpinan perang, pada masa Khalifah Umar bin Khotthab. Ditengah-tengah berkecamuknya peperangan, ada surat perintah datang yang berpesan, agar panglima perang segera diganti, pada saat yang sama pintu kemenangan didepan mata, tapi itruksi harus dipatuhi.
Apa sikap panglima besar Khalid bin Walid saat itu? Dia menerima dan siap dipimpin. Ketika tapuk komando beralih, Khalid bin Walid tetap beringas menumpas musuh, tidak terkesan ciut sedikitpun.
Disaat musuh terpukul mundur, lari tunggang langgang. Ada seorang shohabat datang ke Khalid bin Walid, seraya bertanya; "Wahai Khalid apa yang membuatmu tetap berapi-api menumpas musuh? Padahal kamu sekarang sebagai prajurit biasa seperti kami". Dia menjawab dengan tegas, "saya berperang ini bukan karena Umar, tapi karena Allah SWT., andaikan saya berperang karena Umar, tentu hati ini sedih dan mengalami futhur". Tegasnya.
Ketangkasan Khalid menjawab pertanyaan tersebut, menggambarkan kuat jiwanya dan matangnya proses yang dilalhui. Sekaligus menggambarkan tunduknya hati kepada sang khaliq. Dia tidak sombong, dan tidak mengungkit keahliannya dalam medan perang, apalagi mengadu domba antar satu dengan yang lain.
Hal ini memberikan pesan kepada kita. Bahwa; lurusnya niat, tidak akan terprovokasi dengan lingkungan, apalagi tumbuhnya penyesalan. Justru menguatkan jiwanya, mangakui dirinya manusia biasa yang tidak punya daya dan upaya.
Sekalaigus ini menggambarkan sosok jati diri seorang panglima yang kuat dan kokoh. Karena tidak menjadikan jabatan sebagai tujuan.
Dia jadikan Allah tujuan yang sesungguhnya, saat melihat musuh, menyabetkan senjata, Khalid bin Walid tidak bergeming sedikitpun, apalagi lari dari medan perang. Sebaliknya dia jadikan tempat berlabuh dan tautan hatinya, untuk menyambut kemenangan.
Kenapa demikian, karena dia libatkan Allah pada segala bentuk perbuatannya, maka otomatis keteguhan hati dan jiwanya selalu tertanam. Dia berproses di medan perang, seraya menundukkan hatinya tanpa berharap lebih.
Begitupula sebaliknya, jika dunia menjadi tumpuan hidupnya, maka tunggulah, kerugian dan penyesalan.
Berproses
Dimanapun tempat prosesnya, apakah itu, medan perang, medan dakwah, medan pendidikan, senayan, dan lain sebagainya, tetaplah menjaga niat, luruskan, dan kokohkan dengan menundukkan hati. Tidak sombong dan rendah hati. Serta tautkan hati selalu hanya kepada Allah.
Beruntunglah orang yang senantiasa menautkan hatinya hanya kepada Allah, dengan meyakini akhir kehidupan hanya kembali kepada-Nya. Maka suplemen jiwa terpenuhi. Ketenangan dan kokohnya hati mengharap ridha-Nya akan mudah tercapai.[]
* Salah satu Pendidik di SD Integral Al-Fattah Fullday School - Kota Batu
Komentar
Posting Komentar