By. : Moh. Homaidi*
Tidak banyak orang yang meniti jalan kebenaran, yang ada jalan pintas. Mendatangkan kesenengan walau sesaat.
Tidak peduli apakah itu membahayakan atau tidak? Yang penting menyenangkan.
Enggan sholat, senangnya main game sebelum dan bangun tidur, smartphone pegangan setiap saat.
Sebagaimana keluh kesah, seorang kakek yang pernah disampaikan kepada saya. Dia tidak ingin mengulangi kesalahan kedua kalinya.
Karena beberapa tahun silam, dia beranggapan bahwa pendidikan ujung-ujungnya duit. Maka anak-anaknya lulus SMP sudah harus bekerja.
Jangankan duduk dibangku kuliah, lulus SMA saja dianggap kelamaan. "Anak-anak kasian lama-lama duduk dalam ruangan, ujung-ujungnya minta uang," ngakunya.
Hal itu dia perlakukan ke anak-anaknya, nyaris semua anaknya tidak lulus SMA, dari sekian banyak anaknya hanya satu yang lulus SMA itupun ujungnya masuk pabrik roti.
Baru Kakek ini rasakan betapa pentingnya pendidikan itu, setelah ada informasi tentang naik level dengan pengangkatan lewat penyetoran ijazah terakhir.
Kakek ini berharap, cukuplah anak-anaknya yang tidak sekolah tinggi-tinggi, tapi untuk cucu-cucunya dia berharap harus sekolah.
Sebagai bentuk pertobatannya, dia mengarahkan cucu-cucunya ke pesantren, sekolah sampai level perguruan tinggi. Bahkan tidak sedikit biaya sekolahnya dibiayai olehnya
Tapi apa boleh buat, pengaruh lingkungan terdekat seperti kedua orang tua, sangat berperan.
Cucunya yang di pondok mulai pulang, tidak betah, alasan ini dan itu. Begitu juga yang di sekolah mulai putus tengah jalan. Peran kakek ini tidak sekuat kedua orang tuanya.
Orang tua anak-anak ini kembali ke pradigma lama, uang adalah segala-galanya, jangankan membujuk agar bertahan di pondok dan di sekolahnya. Diam adalah pilihannya. Karena sedari awal mereka sudah tidak setuju, mondok dan sekolah hanya menghabiskan uang.
Pupuslah harapan kekek ini, air matapun ikut mengalir saat mengisahkan keinginannya tersebut.
Bahkan parahnya, anak dan cucu-cucunya enggan melaksanakan sholat. Ketika diingatkan, bantahan diiringi ancaman kerap kali terdengar. Tato di sekujur tubuhnya berjejer, menjadi hiasan garangnyaa.
Penyesalan sering menghinggap diri sang kakek, "kenapa dulu saya menganggap pendidikan tidak penting?" ratapan itulah yang menghantui dirinya, sesekali sesunggukan.
Akhirnya pasrah dan istighfar terus dia ucapkan, sebagai bentuk pertaubatan masa lalunya.
Sabar
Menjalani hidup harus dilalui dengan sabar, tidak instan apalagi urusan masa depan.
Tidak usah menyebar aib diri, apalagi menganggap agar orang lain tahu akan kehebatan diri.
Padahal orang lain tidak perlu tahu tentang masa lalu, karena bisa jadi hal itu memupus kepercayaan kepada dirinya.
Buktikanlah kita mampu bekerja pro aktif dan kerja tim, tanpa menyalahkan orang lain.
Ibnu Qoyyim mengatakan :
"Sabar adalah ketika hati tidak meratap dan mulut tidak mengeluh".
Setiap kita pasti punya masa lalu, tidak usah risau, tetap fokus masa depan. Kehidupan kita yang sesungguhnya adalah hari ini dan esok.
Tidak usah menyebar masa lalu apalagi kelam. Karena itu bisa menyakitkan dan terkadang melenakan.
Jadikan masa lalu, spirit untuk lebih baik dan bangkit meniti masa depan.
Waktunya kita meniti jalan yang lebih baik, jalan kebenaran, dan jalan kesabaran, bukan kesengsaraan dan kepahitan.
Keberuntungan
Seseorang yang meniti jalan kebenaran ini, akan selalu mendapatkan keberntungan. Baik di dunia maupun di akhirat.
Fokuslah bekerja, tanpa harus menunggu pujian dan pemberian orang lain, karena Allah akan melihat apa yang diperbuat.
Allah SWT berfirman dalam surat At-Taubah ayat 105 :
Artinya : Dan katakanlah, “Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.”
Ayat tersebut mensinyalir, bahwa setiap pekerjaan yang dilakukan pasti akan mendapatkan balasan, terlebih jalan kebenaran.
Membantu orang lain, dengan meringankan bebannya, dan memudahkan urusannya. Semua akan kembali kepada dirinya.
إن أحسنتم، أحسنتم لأنفسكم وإن أسأتم فلها
Jika kamu berbuat baik, kebaikan itu akan kembali kepada dirimu sendiri, begitu pula sebailknya.[]
*Aktivis Sosial dan Pendidik
Komentar
Posting Komentar