By. : Moh. Homaidi*
Baru saja tiba dari perjalanan silaturrahim dari Jombang, yang dikenal dengan kota santri.
Hampir di setiap sudut Kota dan Desa berdiri bangunan megah, bertuliskan Ma'had.
Bahkan dari kota santri ini lahir tokoh Ulama', pencetus dan pendiri Organisasi Masyarakat (Ormas) besar, yaitu Nahdatul Ulama' (NU) ya, beliau hadratus Syekh KH. Hasyim Asy'ari, sekaligus pendiri Pesantren Tebu Ireng.
Dan cucunya termasuk tokoh Nasional sekaligus Presiden RI ke 4, beliau terkenal dengan julukan Gus Dur atau KH. Abdurrahman Wahid.
Sangat berkesan berkunjung ke Kota Santri tersebut, sehingga lupa sudah berapa jam bincang-bincang ringan dengan keluarga Kakak Ipar yang ada di Jombang.
Akhirnya pamitan, dan sampai di Surabaya sekitar pukul 16.00. Mobil pun saya parkir, sejajar dengan mobil seorang Ustadz. Dan beliau dikenal dengan Abah Awi. Masih seumuran dengan saya.
Tiba-tiba beliau datang, seraya menata sarung mobilnya yang tersingkap dan jatuh.
Saya pun menyapa beliau, dia pun menimpalinya. Ternyata beliau juga orang Madura, Sampang. Pernah nyantri di Proppo Pamekasan, tambah asyiklah pembicaraan.
Akhirnya, sampailah pada perbincangan keluarga. Si teman ini mengaku kalau hampir satu bulan yang lalu dia resmi cerai dengan Istrinya.
Dengan dalih, si Istri yang fasakh atau minta cerai. Alasan kuat teman saya membiarkan itu karena memang ada campur tangan mertua dalam urusan keluarganya.
Bahkan parahnya, si teman ini merasa belum menthalak. Dan bersih kokoh saya belum mengeluarkan thalak, ngakunya.
Saat sidang keputusan dibaca oleh hakim, dia pun belum merasa berpisah. Parahnya setelah itu hakimnya di datangi, seraya akan dituntut kelak di hari kiamat.
Lebih parah lagi, dia mengancam mantan istrinya, "kalau kamu berani nikah, suami dan kamu sendiri saya akan bunuh", tegasnya.
Nasehat
Jangan segan-segan memberi nasehat, karena itu termasuk orang yang beruntung. Dan merugilah orang-orang yang melalaikan itu (QS. Al-'Ashr)
Mendengar amarah yang gemuruh, bahkan nyaris terpancarkan dan tentu menjadi bahaya bagi pemiliknya.
Saya sampaikan kepada teman tersebut, kasian dirimu, tampak matanya merah dengan amarah yang menggebu-gebu.
Kita sama-sama orang Madura, jangan picik dengan seorang perempuan. Banyak perempuan yang lebih baik dan sholehah, tegasku.
Justru ini kesempatan antum bisa memilih yang lebih baik. Dan sungguh rugi jika antum melakukan pembunuhan tersebut, satu sampai dua minggu antum puas, tapi setelah itu antum menyesal.
Bisnis berantakan, anak ditinggal dengan orang lain, tambah tidak karuan masa depannya. Belum lagi mendapat stigma masyarakat, bapaknya seorang Pembunuh dan Narapidana.
In syaa Allah apa yang menimpamu ini yang terbaik menurut Allah, dan terbaik untuk masa depan anakmu, tegasku kepadanya.
Dengan izin Allah, tanpa disadari si teman ini beristighfar, seraya meyakinkan kepada dirinya, in syaa Allah ini yang terbaik bagi saya, gumamnya.
Yang terbaik
Apa yang telah terjadi, pasti itu yang terbaik. Terbaik bagi dirinya begitupula untuk orang lain.
Karena apa yang kita anggap baik, belum tentu baik menurut Allah. Dan apa yang kita anggap buruk bisa jadi baik menurut Allah.
Hal ini Allah tegaskan dalam Firman-Nya :
Artinya : "Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kmau tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah : 216)
Ayat ini mensinyalir, bahwa tautkan hati hanya kepada Allah, dan selalu berhusnudhan atas apa yang menimpa.
Yakin dan peracaya setiap kesulitan pasti ada kemudahan. Dan Setiap masalah pasti ada jalan keluar. (QS. Al-Hasyr)
*Aktivis Sosial dan Pendidik
Komentar
Posting Komentar