By. : Moh. Homaidi*
Saat bertemu teman lama, rasa bangga dan bahagia masa-masa kuliah teringat kembali, nostalgia dengan masa lalu. Terucaplah sebuah nama yang dulu pernah sama-sama satu kampus, bersama senda gurau. Sebutlah inisial D, di ujung percakapan, teman ini menjelaskan bahwa si D itu sudah bercerai sama istrinya. Punya anak satu, disamping itu, info burung yang beredar pihak istrinya yang minta fasakh (istri yang menuntut pisah).
Setelah di usut, ternyata gaya hidup si istri dan pihak keluarganya cukup hidonis, sementara si D ini belum bisa mengikuti irama keluarga istrinya yang semuanya sarba ada.
Akhirnya si D ini harus rela menelan ludah, karena sang istri menuntut pasakh, lewat hakim pengadilan. Terima atau tidak, surat cerai sudah di tangan, na'udzubillah.
Sedari awal Nabi sudah mengingatkan kita agar mencari calon ibu yang sholehah bagi anak-anaknya kelak, tersebutlah utamakan agamanya. Bukan harta, tahta, dan nasab.
Jika agamanya kuat, nasab, tahta, dan harta akan ikut dalam bahtera keluarga. Jika nasi sudah menjadi bubur, apalah daya, tinggal sabar dan tabah yang harus perkuat.
Prinsip
Setiap kita punya prinsip, tapi tidak banyak orang yang berprinsip lalu bertahan dengan prinsipnya. Kebanyakan tumbang dengan prinsipnya, kerena salah dalam bersikap.
Taruhlah Fir'un dengan kesombongan dan kecongkakannya, mengaku dirinya Tuhan, dan memaksa pengikut dan orang lain menyembah dirinya. Akhirnya laknat dan azab menimpanya.
Apalagi orang yang tidak punya prinsip, tentu dia akan mudah terombang ambing dengan keadaan, tidak tahu arah. Akhirnya tidak tahu sudah sampai di mana. Maka berprinsiplah.
Lalu bagaimana berprinsip yang benar? Berprinsiplah dengan pegangan pada iman, kokohkan hati, buktikan dalam alam realita, dengan memberbanyak membaca literatur ketauhidan. Maka barang tentu keajaiban dunia dan seisinya akan di dapat.
Bagaimana Nabi Yusuf mampu menaklukan hati Sulaikha, dengan iman yang kokoh, sehingga tahta dan harta bisa diperolehnya.
Bukti ciri orang berprinsip berdasarkan iman, Nabi Muhammad SAW bersabda:
Artinya : “Di antara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat.” [HR. Tirmidzi, shahih]
Orang mukmin berprinsip, buat apa melakukan hal-hal yang tidak menguntungkan, baik dari segi kesehatan dan kedekatan dengan Allah. Lebih tinggalkan m, karena itu merugikan dan melalaikan. Taruhlah, berlama-lama begadang, main domino, main game, dst.
Jadikan iman tolok ukur dalam bersikap, dan berprinsip. Maka jaminan kenikmatan hidup berkeluarga, bermasyarakat, dan bernegara akan menuai.[]
* Aktivis Sosial dan Pendidik
Komentar
Posting Komentar