By. : Moh. Homaidi*
Beberapa jam yang lalu saya menerima sumber daya manusia (SDM). Hampir ada sepuluh orang yang antri ikut tes masuk, dari sekian pelamar yang ada, salah satu calon pindahan dari luar kota, pulang kampung ikut antri juga menjadi Guru.
Setelah ikut tes ada waktu sesi bincang ringan, saya tanyak kenapa pindah kalau di tempat yang lama bagus, iya Ustadz saya pindah karena pulang kampung, baru cerai sama suami, jawabnya.
Tersentak dalam hati, seraya berucap innaalillah wainnaa ilaihi roji'un. Siapa yang menginginkan perceraian, karena korbanya pasti anak-anak.
Saya memberanikan bertanya, "kenapa kok sampai menuntut pisah?". Dia pun menjawab, bagaimana tidak menuntut pisah, senangnya main tangan dan sering terjadi kekerasan rumah tangga (KRT). Yang saya belum terima sampai saat ini, dia selingkuh dengan teman kantornya yang notabeni masih pegawai sukwan, tambahnya.
Suaminya oknom pegawai, yang bertugas melindungi keamanan rakyat. Tentu secara tidak langsung, harusnya dia mampu melindungi keluarga, tapi nyatanya tidak, sindirnya.
Akhirnya saya memberanikan bertanya lebih dalam, mulai kapan sampean berani melaporkan suami, padahal dia aparat keamanan? Dia menjawab, "saya up kasusnya, bertepatan dengan terbongkarnya pembunuhan Jusoa, akhirnya semua terungkap, terangnya.
Bahkan di akhir cerita, si mbak ini bersyukur karena sudah lepas dari cengkraman mantan suaminya, dan berharap diterima dan fokus mendidik anak Biologis dan Teologis.
Akhirnya, pandangan mata tak seindah apa yang dirasakan, kecewa, cemoohan, dan diri merasa bersalah, pasti dirasakan, serta silih berganti. Bangkitlah! bagaimana carannya?
Jangan Salah Berharap
Terkadang melihat sesuatu nampak dari luar indah, sehingga lisan berucap "senang dan indahnya berpasangan dengan pegawai karena banyak duit". Tapi nyatanya, itu hanya anggapan, yang ada sengasara dan kecewa.
Sekarang tinggal berpangku tangan, menyesali, dan meratapi. Jika diawal salah berharap maka ujung-ujungnya sengasara.
Berharaplah hanya kepada Allah 'Azza Wajalla, karena tempat bergantung yang sesungguhnya hanya Allah SWT. Barang siapa yang berharap kepada selain-Nya maka dia termasuk golongan yang merugi.
Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman : “ Dan kepada Rabbmulah hendaknya kamu berharap” (QS. Al-Insyirah : 8). Dan di dalam ayat yang lain : “dan hanya kepada Allah hendakNya kamu bertawakal jika kamu bener-bener orang yang beriman” (QS. Al-Maidah : 23).
Sebagai hamba, maka sudah sepantasnya kita hanya berharap kepada Allah Ta’ala. Bila kita terlalu berharap pada makhluk-Nya, kita akan menemukan kekecewaan yang amat teramat mendalam. Makhluk pun memiliki berbagai kekurangan yang belum tentu bisa membantu serta menyelesaikan masalah.
Sebagaimana yang di katakan oleh Syaikh Fudhail bin Iyyadh rahimahullah berkata : “Demi Allah, seandainya engkau benar-benar putus asa dari makhluk hingga engkau tidak berharap sedikitpun dari mereka, niscaya Allah akan memberimu semua yang engkau inginkan.”
Mari perbaiki diri, luruskan niat. Baik untuk urusan keluarga, atau pun bekerja. Jika niat lurus, dan berharap hanya kepada Allah 'Azza Wajalla, tentu semua berakhir bahagia.[]
*Aktivis Sosial dan Pendidik
Komentar
Posting Komentar