By. : Moh. Homaidi*
Terkadang hidup tidak sesuai dengan harapan yang diinginkan, acapkali bertolak belakang dengan keinginan. Hidup mengikuti keinginan, bukan kebutuhan, banyak hutang. Modal usahapun sirna dihabiskan kerena mengikuti nafsu kesenangan, pada saat yang sama usahanya mengalami bangkrut, yang menuntut gulung tikar.
Hutangpun mulai numpuk, orang-orang silih berganti berdatangan untuk menagih, mulai gelisah, tidak jujur, sehingga akal sehat mulai hilang, ogah dan jarang sholat, yang terfikirkan bagaimana cara mendapatkan uang sebanyak-banyaknya untuk meraih kesenangan dunia dan menghindar dari kenikmatan akhirat.
Mulai berfikir untuk bekerjasama dengan dukun guna mendapatkan pesugihan. Rencana pun dilakukan, singkat cerita seorang ini mendapatkan apa yang diinginkan, dengan melibatkan jin sebagai pelantara.
Tapi hal itu tidak berjalan secara cuma-cuma, semua ada perjanjian atau tumbal yang harus disajikan. Sajiannya pun bermacam ragam. Tragisnya yang menjadi tumbal pesugihan tersebut adalah nyawa si pelaku, nau'dzubillah.
Maka disinilah syariah melarang agar tidak pergi ke dukun dan mempercainya, serta jelas ancamannya.
“Barang siapa yang mendatangi tukang ramal (dukun), lalu ia bertanya kepadanya tentang sesuatu hal, maka tidak diterima salatnya selama empat puluh malam.” (H.R. Muslim).
Dari penjelasan tersebut memberikan gambaran bahwa betapa ruginya orang yang percaya kepada dukun dan minta bantuan kepadanya.
Hiduplah Diatas Agama
Orang yang hidup di atas agama terjamin ketenangannya, baik saat di dunia ataupun di kehidupan akhirat.
Mereka yang meninggalkan kehidupan beragama tuk raih kenikmatan dunia. Alih-alih mencicipi, mencium saja tidak. Akhirnya tersungkur, mati dalam keadaan hina bergelimang dosa, taruhlah Fir'un.
Jika urusan duniawi tertata dengan rapi dan agamis, maka jalan menuju akhirat akan menjadi benar dan lurus. Demikianlah hakikat hubungan antara agama dengan dunia.
Al-Ghazali pernah berkata, "Addinu ashlun wassulthaanu haarisun wa maa la ashla lahu famahduhum wa maa laa haarisa lahu fadhaa-i'u,".
Yang artinya, "Dunia adalah agama adalah dasar, sedang penguasa adalah penjaga. Segala sesuatu yang tidak memiliki dasar akan runtuh. Dan, segala sesuatu yang tidak memiliki penjaga akan terbengkalai.
Agama adalah tolok ukur seseorang berlaku adil dan hidup sejahtera, tertata dan beradap. Meninggalkan perkara fahsya' dan mungkar.[]
*Aktivis Sosial Dan Pendidik
Komentar
Posting Komentar