Oleh. Moh. Homaidi*
Bahagia adalah puncak kenikmatan hidup di dunia. Siapa yang tidak menginginkan kebahagiaan, nyaris semua berharap ke arahnya.
Seseorang bekerja keras, panting tulang, rela siang dan malam tidak kenal lelah, sampai harus meninggalkan anak dan istri karena satu alasan ingin bahagia.
Termasuk orang yang berbuat baik, senang berbagi, membantu yang membutuhkan, mereka melakukan itu karena ingin mendapatkan kebahagiaan. Hanya saja betapa banyak orang yang memberi karena ingin mendapatkan pujian, atau timbal balik dari kebaikannya. Tentu bukan kebahagiaan yang ia dapatkan tapi berupa penyesalan dan kerugian.
Tipikal manusia yang demikian sulit mendapatkan tempat dan kebaikan dari orang lain, sebab ia berbuat hanya untuk kepentingan. Dan ketika yang diharapkan tidak diraih maka umpatan dan sumpah serapah keluar tidak beraturan, tentu sakit hati dan penyesalan ia dapatkan.
Agar tidak memperoleh kerugian dan penyesalan, sebaiknya pastikan untuk apa kita berbuat? Karena dalam hal ini Allah SWT sangat memperhatikan apa yang me njadi tujuan seseorang.
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ
“Padahal mereka tidaklah diperintahkan kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah: 5)
Maka sungguh beruntung seseorang yang berbuat baik tanpa mengharap kebaikan yang lain, kecuali ingin ridha Rabnya.
Puncak Bahagia
Ada orang ketika mendengar nama fulan disebut mendengarnya sudah malas dan cenderung ingin menjauh, karena orang tersebut dikenal keburukannya. Rata-rata mereka adalah orang yang sering keluh-kesah, mudah menyalahkan, dan tidak mau bekerja.
Tapi, sebaliknya, ada orang yang kedatangannya diharapkan banyak orang, dan orang yang dekat dengannya akan selalu merasa aman dan nyaman. Tipe terakhir inilah yang disebut Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sebagai sebaik-baik manusia.
خَيْرُكُمْ مَنْ يُرْجَى خَيْرُهُ وَيُؤْمَنُ شَرُّهُ
Artinya: “Sebaik-baik kalian adalah orang yang diharapkan kebaikannya dan (orang lain) merasa aman dari kejelekannya.” (HR. At-Tirmidziy no. 2263).
Maka jaga lisan kita dengan cara menahan diri dari mencela, dan keluh-kesah. Dimlah jika tidak bermanfa’at, utamakan berdzikir dan berfikir. Inilah puncak kebagiaan yang hakiki.[]
*Aktivis Sosial Dan Pendidik_Kota Batu
Komentar
Posting Komentar