By. : Moh. Homaidi*
Baru saja penulis mendapatkan call dari seorang yang dermawan, sekaligus beliau salah satu wali murid di tempat penulis berdedikasi di dalamnya.
Beliau salah satu aghniya’ yang menarik menurut hemat penulis, karena setiap pekan sekali kediamannya diadakan pengajian. Yang hadirpun luar biasa yaitu pasangan suami istri, bahkan tidak sedikit yang bawa anak. Jama’ahnya pun bukan hanya lingkungan kelurganya, tapi juga rekan kerja, bisnis, tetangga dekat atau jauh.
Ketika berkenjung ke rumah penulis, sempat saya tanyak, bagaimana dengan pemateri dan hidangannya? Bapak yang dianugrahi tiga anak tersebut senyum ramah seraya menjawab “kalau itu rezeki dari Allah yang kebetulan dititipkan ke keluarga kami, kami siapkan pameterinya dan hidangannya”. Masyaa Allah, sontak lisan penulis bersuara.
Bapak yang murah senyum itu melanjutkan, “justru ini harapan kami Ustadz, mengambil bagian dalam menata masyarakat lewat keluarga”. Mendengar harapan si Bapak, Penulis diam tersipu malu. Seraya hatinya berkata “aku mau ambil bagian yang mana? Aku harus ngisi kajian tersebut”.
Benar saja satu pekan yang lalu saya di call, agar dapat mengisi kajian keluarga. Saya bingung apa yang perlu disampaikan? Apalagi jama’ahnya dari semua kalangan. Akhirnya saya bawa kitab Uqudul Lujjain ‘ala huquqiz Zaujaini. Alhamdulillah atas izin Allah dan barakahnya ilmu para Guru, kajian pun selesai.
Qodarullah baru saja penulis dapat call kembali dari tuan rumah, sekaligus memastikan kesiapannya hadir dan menuntaskan kajian kitabnya, ditunggu Ibu-Ibu Ustadz, bersayup-sayup suara bapak menyampaikan. Dengan rasa takut dan berharap ridha Allah, penulis menjawab siap. Besar harapan ini bagian menegakkan kebajikan lewat keluarga, amin.
Suasana kajian, Jum'at (19/7/24)
Tanggung Jawab
Menjadi seorang suami, tidak semudah membalikkan telapak tangan, apalagi sampai menjadi ayah bagi anak-anaknya dan imam bagi keluarganya. Karena pada dasarnya tidak semua bisa menjadi suami, ayah, apalagi imam. Mereka yang terpilih dan beruntung saja yang mendapatkannya.
Maka, bertanggung jawablah terhadap segalanya. Sebagai suami, ia berkewajiban memberikan sandang papan, adab-akhlak istrinya, dan ilmu agamanya. Sebagai seorang ayah, ia berkewajiban membesarkan, mendidik sesuai massanya, hingga kalau anaknya perempuan ia sampai menikah. Sebagai seorang imam tentu lebih besar tanggungjawabnya mulai dari sesi menegerial, kurikulum keluarga, dan terjaga dari bara bahaya yang mengancam (dhahir dan bathin).
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar dan keras. Mereka tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepadanya dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (QS. At-Tahrim: 6).
Maka jika sejak dini lingkungan keluarga sudah tertata, cara bicara, tindak tanduk, menghormati yang tua dan menghargai yang muda, tentu di masyarakat pun dapat memberikan warna positif yang bermanfa'at, dan begitu pula sebaliknya.
Do’a
Mari kita ambil bagian dalam menata masyarakat melalui kelurga, baik langsung maupun tidak. Jika belum bisa dengan tindakan, coba dengan lisan, apabila masih belum, cukup dengan hati, minimal do’a. Berdo’alah karena itu senjata pemungkas dalam segala hal.
Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam kitab Shahih-nya, dari ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الدُّعَاءُ سِلاَحُ المُؤْمِنِ وَعِمَادُ الدِّيْنِ وَنُوْرُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ
Artinya : “Doa adalah senjata kaum mukminin dan merupakan tiang agama, serta cahaya langit dan bumi.”[]
*Aktivis Sosial Dan Pendidik SD Integral Al-Fattah Fullday School_Kota Batu
Komentar
Posting Komentar