By. : Moh. Homaidi*
Kemaren ada kegiatan ‘amal jama’i dalam rangka suksesi kegaiatan yang diusung oleh lembaga. Ditengah-tengah kegiatan terucap dari bibir anak saya “enak ya bi kalau kerja bakti, cepat selesai”. "Dari segi pekerjaan cepat selesai, tapi yang lebih penting adalah kebersamaannya, jawabku.
Setelah kegiatan ‘amal jama’i usai saya dan seorang teman naik greb. Masyaa Allah kami dipertemukan dengan driver yang luar biasa, pengalaman dan ilmunya luas dia berbicara tentang makna ikhlas.
Di perjalanan seorang supir tersebut bercerita tentang pentingnya sebuah keikhlasan dalam kehidupan, baik dalam usaha, bergaul, dan beribadah. Karena disitulah nikmatnya sebuah pekerjaan dan ibadah. Yaitu menerima apa yang diberikan.
Dia melanjutkan, saya tidak pernah menolak permintaan penumpang baik dekat atau jauh, dapat sedikit atau banyak kuncinya ikhlas, rezeki selalu ngalir. Ngakunya.
Yang menarik dia berkata, kalau kita mendapat rezeki sedikit terus tidak ikhlas atau tidak mau menerima lalu siapa yang akan mendapatkannya?. Masak orang lain terus, bisa jadi itu jatah kita, tinggal diterima atau tidak. Tutupnya.
Ibnu Mas'ud berkata :
"Orang yang ikhlas itu seperti orang berjalan di atas pasir, kita tidak mendengar suaranya namun melihat bekasnya".
Lakukanlah Tanpa Mengharap Pamrih
Ikhlas itu mudah diucapkan, mudah untuk ditulis, sederhana untuk dibicarakan, tapi amat sukar untuk dikerjakan. Padahal, ikhlas adalah satu di antara dua kunci diterimanya amal.
Di dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa, yang artinya : “Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan, (sambil berkata), “Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah karena mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak mengharap balasan dan terima kasih dari kamu.” (Qs. Al-Insan: 8-9)
Dalam kehidupan sehari-hari kita harus selalu melakukan sesuatu dengan tulus ikhlas. Meskipun ikhlas itu berat, tapi kita harus bisa mengusahakannya. Lalu, mengapa ikhlas itu berat?
Karena pada dasarnya manusia itu menyukai, pertama, pujin, sehingga merasa kurang puas kalau pekerjaannya tidak dilihat dan ingin mendapat perhatian dari atasannya. Di samping itu yang kedua, manusia tidak suka dicela. Dengan berbagai cara agar pekerjaannya terlihat bagus dan menarik dengan tetap berharap pujian.
Dan yang ketiga, manusia punya rasa tamak. Ingin menguasai tanpa mau berbagi, walau terasa berat berbagai cara dilakukan agar dilmliki, baik melalui fitnah atau jebakan agar orang lain tergelincir, na’udzubillah.
Jika dalam diri masih ada rasa dari ketiga kriteria tersebut, tentu sulit dalam bergaul dan beramal, serta beribadah. Karena ketiganya menjadi duri untuk tumbuhnya rasa ihklas dalam hati dan perbuatan.
Maka beruntunglah pribadi yang memiliki sikap ikhlas beramal dan beribadah, karena termasuk hamba yang mendapatkan cinta dan rahmat Allah SWT.[]
*Aktivis Sosial Dan Pendidik_Kota Batu

Komentar
Posting Komentar